Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PB NU) menilai pemilihan kepala daerah (pilkada) seharusnya tidak dilakukan secara langsung karena selain menimbulkan konflik yang berujung pada perpecahan, juga hanya menghambur-hamburkan uang. "Dalam lima tahun, (masyarakat) dihadapkan pada enam kali pemilihan, mulai pemilihan kepala desa, bupati, gubernur, DPR, DPD, pemilihan presiden (pilres) yang semuanya berpotensi membuahkan polarisasi dalam masyarakat," kata Ketua PB NU Hasyim Muzadi usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat. Hasyim Muzadi yang didampingi Wakil Rais Aam PB NU Tolchah Hasan, menyampaikan undangan kepada Presiden Yudhoyono untuk memberi sambutan pada perayaan Hari Lahir NU ke 82, yang akan diselenggarakan di Stadion Gelora Bung Karno, 3 Februari 2008. Menurut Hasyim, seperti disampaikannya kepada Presiden, NU perlu memperkokoh kembali wawasan keagamaan dalam kaitannya dengan kepentingan kebangsaan yang sesungguhnya merupakan ciri dasar dari NU. Ia menilai, realitanya gerakan-gerakan politik kerakyatan sebelum dan sesudah penyelenggaraan pilkada sering membenturkan kepentingan masyarakat, terutama dengan keagamaan, sehingga jika tidak diatasi maka bisa menimbulkan perpecahan. Dicontohkan, pada sejumlah pilkada yang sempat menimbulkan polarisasi di masyarakat yang terkena dampak negatifnya adalah kalangan bawah, (grassroot) yang sebagian besar adalah warga NU. "Saat ini pintu-pintu Indonesia terbuka lebar tanpa sensor menimbulkan masalah-masalah aliran keagamaan, politik berbasiskan agama, dan berbagai konflik lainnya. Sehingga NU menegaskan kembali bagaimana agama yang berkebangsaan, dan bagaimana berbangsa yang disinari oleh nilai-nilai agama," katanya. Dengan demikian diutarakannya, pemilihan langsung sebaiknya hanya dilakukan untuk Pemilihan presiden, dan wakil rakyat di DPR. "Penghapusan pilkada tidak mencerminkan mundurnya demokrasi, karena yang bikin mundur justru DPR, dan DPRD yang tidak aspiratif terhadap kelompok yang terwakili," katanya. Hasyim tidak membantah bahwa pilkada oleh DPRD akan menimbulkan politik uang. "Tentu ada permainan uang, tetapi lebih baik dari pada diecer-ecer di masyarakat, sehingga demokrasi layaknya 'demokrasi sembako'," ujarnya. Selain penegasan kembali soal wawasan keagamaan, Hasyim juga menuturkan perlunya upaya peningkatan kepedulian kemasayarakatan sesuai dengan keprihatinan masyaraka sekarang ini. Selama 10 tahun, katanya, ada bencana sosial, tiga tahun belakangan ada bencana alam. "Pengaruh-pengaruh positif dan negatif yang secara global telah melanda negeri ini, ditambah dengan bencana sosial dan alam, mengharuskan ada konsolidasi dari persaudaran dan toleransi di dalam masyarakat. Kalau tidak bisa diatasi maka kita (bangsa) bisa tercerai-berai," tuturnya. Mantan calon Wapres yang berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri ini juga menyebutkan, NU merasa berkepentingan mengatasi masalah kebangsaan bekerja sama dengan pihak lain yang seirama dengan pemikiran ini, dengan menjauhkan diri dari sikap ekstrimitas dan teroris yang berbasis agama sekaligus liberalitas yang menghancurkan theologia agama itu sendiri.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008