Jakarta (ANTARA News) - Akses publik terhadap informasi dan data yang terkait semburan lumpur panas akibat aktifitas pengeboran di sumur PT Lapindo Brantas dinilai pakar geologi masih sangat minim, sehingga masyarakat "buta" sama sekali dengan masalah ini. "Selama satu tahun terakhir kita buta sama sekali soal apa yang sudah dilakukan Lapindo dan pemerintah dalam usaha mengatasi semburan lumpur," kata mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Andang Bachtiar di Jakarta, Selasa, Ia menegaskan akses yang sangat minim terhadap data permukaan dan bawah tanah tidak pernah ditampilkan ke situs-situs resmi, padahal data itu sangat penting untuk mencari solusi dari berbagai pihak. Memang ada peraturan hukum yang menyebutkan bahwa informasi eksplorasi tambang merupakan rahasia negara, dan pihak yang membocorkannya akan didenda sangat berat. "Tapi lumpur Lapindo ini sudah mengganggu kepentingan rakyat, sehingga data itu sudah seharusnya dibuka untuk publik dan tidak lagi dianggap sebagai rahasia negara," kata Andang. Ketika berbicara di forum diskusi pakar bersama publik "Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya", Andang mengingatkan bahwa bencana alam tidak bisa menjelaskan masalah luapan lumpur Lapindo. Dengan kalimat singkat, Andang menyimpulkan bahwa sebenarnya lumpur meluap ke permukaan akibat proses pengeboran yang tidak sesuai dengan standar operasi. Sebagai pakar geologi, ia juga membantah keras teori kemunculan luapan lumpur akibat gempa yang terjadi dua hari sebelum lumpur mulai muncul di Porong. Pada tanggal 27 Mei 2006, terjadi gempa bumi yang berpusat di Yogyakarta. Gempa itu berkekuatan 6,3 skala Richter. Pakar gempa bumi Manga & Brodsky menyebutkan bahwa gempa bumi memang bisa mengakibatkan semburan lumpur, tapi jika kekuatannya di atas 9 skala Richter dan berjarak dekat. Sementara Yogyakarta dan Sidoarjo berjarak sekitar 300 km dan gempa Yogya pun hanya 6,3 skala Richter. "Sangat kecil kemungkinan gempa Yogya memicu semburan lumpur di Sidoarjo," demikian simpulan pakar gempa asal Institut Teknologi Bandung (ITB) Sri Widyantoro. Sementara itu Rudi Rubiandini, mantan ketua tim investigasi independen luapan lumpur Sidoarjo, mengatakan bahwa ternyata pihak Lapindo sendiri tidak mengetahui secara persis titik sumber lumpur. "Itu karena mereka memang juga tidak tahu di mana titik bor mereka," kata Rudi. Baik Andang maupun Rudi mengaku data dan fakta soal semburan lumpur mereka peroleh justru dari pihak kepolisian, bukan dari Lapindo. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008