Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah agar segera menghapus semua jenis pajak yang dikenakan kepada surat kabar kalau pemerintah bersungguh-sungguh ingin memajukan bangsa dan mengejar ketertinggalannya di dunia internasional, kata Anggota Dewan Pers Abdullah Alamudi di Jakarta, Kamis. "Akan sulit bagi Indonesia mengejar ketertinggalannya dari negara-negara lain kalau pemerintah tidak segera mengubah sikapnya terhadap industri media cetak," katanya dalam diskusi ahli "No Tax on Knowledge". Menurut dia, pajak di zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang menjanjikan reformasi, malah mengenakan pajak penghasilan (PPh) 1,5 persen atas kertas koran, di samping Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen. Sementara itu di luar negeri, seperti di Inggris, pajak suratkabar yang termasuk dalam pajak pengetahuan sudah dihapus sejak 1855, juga di India tidak ada pajak atas koran. Pendapat yang serupa juga dikemukakan Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Agung Adiprasetyo bahwa pajak suratkabar sangat membebani perusahaan suratkabar di tengah pandangan sebagian kalangan yang menyatakan budaya membaca di masyarakat Indonesia yang masih rendah. "Akhirnya untuk mematahkan sebagian kalangan yang mengatakan masyarakat Indoensia adalah masyarakat menonton, bukan masyarakat membaca, beberapa perusahaan koran menerapkan harga jual Rp1000. Strategi survival ini berhasil, tetapi penerbit hanya menerima hasil Rp585 per eksemplar koran halaman 24 halaman," katanya. Dari sisi lain, dengan strategi harga murah itu sebenarnya masyarakat Indonesia mau membaca dan terbukti jumlah sirkulasi naik. "Untuk itu permohonan kepada pemerintrah tentu saja PPN penjualan koran dihapus dan PPN dari pembelian kertas. Kalau ini masih jauh, bisa saja PPN keluaran dari pemasangan iklan diijinkan untuk dikompensasikan dengan PPN masukan yang muncul akibat pembayaran pembelian kertas dan ongkos cetak," kata Agung. Sementara itu Ekonom Bisnis Indonesia Rofikoh Rohim mengatakan, kandungan nilai pendidikan yang termuat dalam produk pers khususnya media cetak sudah semestinya tidak dikenai pajak atau disebut "no tax on knowledge". "Jika ini bisa direalisasikan oleh negara, sesungguhnya negara telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi upaya memperluas aksesibilitas informasi melalui media cetak kepada masyarakat luas. Kesimpulannya, insentif pajak berupa pembebasan PPN bagi surat kabar merupakan suatu keharusan dalam mencerdaskan bangsa," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008