Beirut (ANTARA News) - Seorang hakim di Lebanon, Sabtu, memerintahkan penahanan tiga perwira dan delapan tamtama dalam kasus pembunuhan terhadap pengunjuk rasa yang terjadi pekan lalu. Pembunuhan itu merupakan kekerasan jalanan yang paling parah sejak perang saudara tahun 1975-1990. Kelompok Hisbullah telah mengemukakan bahwa militer adalah pihak yang bersalah dalam insiden di mana tentara menembaki para pengunjuk rasa di Beirut selatan. Unjuk rasa tersebut adalah tentang pemadaman listrik. Hisbullah meminta dilakukan penyelidikan segera terhadap kasus tersebut. Tujuh pendukung Hisbullah dan seorang sekutu Syiah tewas sedangkan 30 lainnya cedera dalam kekerasan itu. Pertumpahan darah tersebut serta kecaman keras Hisbullah kepada militer Lebanon telah meningkatkan ketegangan di Lebanon. Negara tersebut sedang dilanda krisis politik setelah kursi kepresidenan kosong sejak November 2007. Militer Lebanon secara tradisional adalah sekutu dekat Israel, yang merupakan musuh Hisbullah. Kekerasan yang terjadi sepekan lalu juga mememicu kekhawatiran terjadinya pertumpahan darah antar faksi, kecuali konflik antara Hisbullah dan pemerintahan koalisi dapat diselesaikan. Konflik tersebut sudah berlangsung 14 bulan. Seorang petinggi Hisbullah yang merupakan kelompok oposisi pemerintahan, kepada Reuters mengatakan "Hasil awal penyelidikan menunjukkan tingginya keseriusan (dalam menangani masalah tersebut) dan menyakinkan kami bahwa hal ini berjalan di arah yang benar." Hakim Jean Fahd juga memerintahkan penahanan enam warga sipil yang melakukan kerusuhan serta memiliki senjata gelap. Pihak berwenang telah meminta keterangan 85 saksi dari penduduk sipil serta 120 personel militer. Mereka juga menggunakan kamera pengintai CCTV serta cuplikan gambar kekerasan itu dari media. Senjata-senjata disita dari kawasan itu kemudian diperiksa untuk memastikan apakah mereka telah digunakan, ungkap pernyataan pengadilan. Panglima militer, Jenderal Michel Suleiman, yang juga salah satu calon presiden, telah ditekan untuk menyebutkan pihak yang berada di balik kerusuhan itu. Tentara mempunyai reputasi sebagai satu-satunya pihak yang mampu menjaga perdamaian di Lebanon sejak mantan Perdana Menteri Rafik al-Hariri dibunuh tiga tahun lalu. Oposisi maupun pemerintahan koalisi telah sepakat agar Suleiman diangkat sebagai presiden, namun perbedaan pandangan tentang bentuk pemerintahan telah menunda pelantikan Sulaiman sebagai kepala negara, demikian laporan Reuters. (*)

Copyright © ANTARA 2008