Medan (ANTARA News) - Pemindahan ibukota negara dari Jakarta ke daerah lain tidak semudah memindahkan bandara, karena membutuhkan persiapan infrastruktur yang benar-benar mapan dan memerlukan kajian yang mendalam. Apalagi keberadaan Jakarta dinilai sangat strategis dan memiliki nilai sejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia, kata Pengamat Sosial, Drs. Sugiharto, MSi, menjawab ANATARA di Medan, Rabu, ketika ditanyakan mengenai wacana pemindahan ibukota Jakarta. Menurut dia, kompleksitas masalah yang terjadi di Jakarta berupa kepadatan penduduk sampai musibah banjir yang terjadi setiap tahunnya tidak perlu disikapi dengan panik, sehingga harus memindahkan ibukota negara ke daerah lain. "Ini benar-benar perlu kajian yang mendalam," katanya. Bahkan, jelasnya, semua kondisi itu dapat ditanggulangi jika pemerintah pusat memiliki "political will" yang jelas dan berkesinambungan. Ia memberi contoh atau analogi, jika dalam sebuah rumah banyak terdapat tikus, bukan berarti rumahnya yang harus dipindahkan, melainkan harus dicari solusi yang terbaik bagaimana agar tikus tersebut dapat diusir. Kondisi banjir hanya dapat diatasi dengan pembendungan pinggiran pantai di Jakarta, pembuatan kanalisasi, penanggulangan sampah secara maksimal serta pemberdayaan kembali daerah resapan air. "Ini semuanya perlu kesadaran yang tinggi dari pejabat pemerintah dan masyarakat," ujarnya. Mengenai kepadatan penduduk yang terjadi di ibukota negara, katanya, hanya bisa diatasi dengan cara pemblokan perumahan penduduk dengan sistem rumah susun atau apartemen. Strategi tersebut pernah dilakukan di Pulau Pinang, Malaysia, pada tahun 90-an yang memiliki jumlah penduduk yang sangat padat dan pemukiman di negeri itu sangat tidak teratur. Program tersebut ternyata berhasil dengan baik, menertibkan masalah kependudukan di daerah itu. "Sampai saat ini, Pulau Penang terkenal sebagai salah satu kota yang sukses menangani masalah kependudukan, berhasil pula membangun perekonomian sehingga berkembang pesat. Indonesia perlu mencontoh apa yang telah dilakukan negara tersebut," katanya. Selain itu, tambahnya, pemerintah juga perlu kembali melaksanakan program transmigrasi, dengan memindahkan penduduk Jakarta yang terlalu padat ke daerah yang lebih sedikit penduduknya. Ini salah satu upaya mengurangi kepadatan penduduk yang ada di Jakarta serta mengubah kebijakan pembangunan yang tidak bertumpu di Jakarta dan Pulau Jawa. Menurut dia, kepadatan penduduk di Jakarta merupakan imbas dari program ekonomi yang masih meniru pola pemerintahan kolonial Belanda. Pada masa penjajahan dulu ada istilah daerah Belanda Barat dan Belanda Timur. Di daerah Belanda Barat dibangun industri besar-besaran, sehingga ramai dikunjungi masyarakat dari berbagai penjuru negeri. Namun di daerah Belanda Timur tidak dibangun industri karena penduduknya kurang ramai. "Akibatnya, daerah yang sudah ramai menjadi semakin ramai karena banyak yang ingin mendapatkan kehidupan dari adanya industri itu," katanya. Pemerintah pusat diharapkan harus memiliki "political will" dalam membatasi berdirinya industri di Jakarta, sehingga kepadatan penduduk dengan mudah dapat dibatasi, ujarnya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008