Tokyo (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan perlunya negara-negara Asia dan G-7 mengharmoniskan kebijakan keuangannya untuk mencegah meluasnya krisis keuangan yang berawal dari persoalan subprime mortgage (kredit keuangan) di Amerika Serikat. "Kalau soal krisis keuangannya sudah hampir pasti terjadi, namun pertanyaanya sekarang adalah bagaimana mencegahnya supaya tidak terlalu mendalam dan tidak terlalu lama," kata Sri Mulyani di Tokyo, Sabtu, sesaat sebelum mengadakan pertemuan bilateral dengan kalangan akademisi Jepang. Menurut Sri Mulyani, agar bisa mencegah krisis yang berlanjut, maka kerjasama sangat diperlukan, mengingat dunia kian memiliki interkoneksi yang kuat. Sehingga kebijakan keuangan yang diambil perlu memperhatikan juga kebijakan di negara lain. Sri Mulyani mengatakan, yang perlu diwaspadai sekarang adalah terjadinya pembalikan situasi, karena defisit yang terjadi di AS didanai oleh surplus yang terjadi di Asia. "Hal itu bisa terjadi karena tidak mungkin AS terus menerus defisit karena akan sangat mempengaruhi prospek ekonomi AS sendiri," katanya. Sementara itu, Presiden Asian Development Bank (ADB) Haruhiko Kuroda mengemukakan, kasus kredit macet sektor perumahan di Amerika Serikat (AS) atau dikenal sebagai subprime mortgage tidak terlalu mempengaruhi kondisi pertumbuhan ekonomi Asia. "Saya tidak terlalu mengkhawatirkan dampaknya bagi kawasan Asia, mengingat tidak banyak aset yang terkait secara langsung," kata Haruhiko Kuroda. Kuroda mengemukakan hal itu usai mengadakan pertemuan bilateral dengan Menkeu Sri Mulyani di Okura Hotel, tempat berlangsungnya pertemuan para menteri keuangan Negara-negara G-7. Para menkeu G-7 bertemu di Tokyo guna membahas pengaruh dari kasus subprime mortgage, menyusul meluasnya kekhawatiran terhadap dampaknya bagi pasar keuangan dunia serta pertumbuhan ekonomi dunia.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008