Jakarta (ANTARA News) - Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Aulia Pohan, membungkuk di jok mobil untuk menghindari sorot kamera dan pertanyaan para wartawan, setelah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Rabu. Aulia Pohan diperiksa KPK selama hampir 12 jam dalam kasus aliran dana BI ke anggota DPR. Ketika meninggalkan gedung KPK pada pukul 21.10 WIB, Aulia nampak terburu-buru menuju mobilnya. Keluarnya Aulia ini juga telah disiapkan dengan matang, terlihat dengan adanya beberapa staf yang mengawal dan melingunginya dari "serbuan" wartawan. Kilat lampu dan cecaran pertanyaan para wartawan membuat Aulia dan para pengawalnya mempercepat langkah. Tanpa memberikan keterangan, Aulia langsung masuk mobil Kijang warna biru tua bernomor polisi B 2715 JG. Di dalam mobil, Aulia terlihat meringkuk (membungkuk) di jok belakang mobil tersebut untuk menghindari cecaran pertanyaan dan sorot kamera wartawan. Sikap Aulia Pohan itu cukup berlebihan, terutama jika dibandingkan dengan para mantan pejabat BI lain yang diperiksa pada hari yang sama. Mantan Deputi Gubernur BI, Bun Bunan Hutapea bersedia berjalan tenang di tengah kerumunan wartawan, meski juga tidak menjawab pertanyaan. Demikian juga dengan pejabat Biro Hukum BI, Roswita Roza. Selain itu, Bun Bunan terlihat sangat menghindari wartawan, sehingga memilih pintu samping KPK. Sementara pejabat BI yang lain keluar melalui pintu utama KPK. Sampai saat ini, pihak KPK belum bisa dimintai keterangan perihal bungkamnya pihak yang diperiksa. Tersangka dan saksi yang diperiksa KPK terkait kasus dana BI cenderung diam dan tidak mau memberikan keterangan kepada wartawan. Hal berbeda katika kasus itu masih dalam tahap penyelidikan dan belum ada penetapan tersangka. KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus aliran dana BI, yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, kasus itu bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar. Aulia Pohan adalah salah satu Deputi Gubernur yang memberikan persetujuan. Oey yang pada 2003 menjabat Deputi Direktur Hukum menerima langsung dana YPPI itu dari Ketua YPPI Baridjusalam Hadi dan Bendahara YPPI, Ratnawati Sari. Selanjutnya, Oey mencairkan cek dan menyerahkan uang tunai kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengaku tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka. Sedangkan sisanya, senilai Rp31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Aznar Ashari kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI. Pada pemeriksaan di KPK, mantan ketua sub panitia perbankan Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin, yang disebut menerima uang itu dari Rusli, membantah aliran dana tersebut.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008