Jakarta (ANTARA News) - Direktur Hubungan Masyarakat (Humas) Japan Atomic Energy Agency (JAEA), Minoru Kubo, mengatakan bahwa Indonesia bisa mengeksplorasi dan mengayakan uraniumnya sendiri untuk bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di masa depan. Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) sedang mengupayakan suatu sistem yang memudahkan perizinan bagi pengayaan uranium untuk kepentingan keberlanjutan energi, katanya di sela-sela "Workshop on Public Information of Nuclear Science and Technology in Indonesia" di Jakarta, Senin. "Tentu saja dengan catatan tanggung jawab dan keterbukaan. Jadi, jika Indonesia sangat terbuka bagi berbagai inspeksi IAEA, maka tidak ada masalah," ujarnya. Sejauh ini, Indonesia belum mempunyai rencana jangka pendek mengeksplorasi cadangan uraniumnya dan mengayakannya sendiri, serta lebih memilih mengimpor dari negara-negara yang diperkenankan. Mengayakan uranium sendiri akan mengalami hambatan politis besar. Ia mengatakan, Jepang meski sudah memiliki 55 unit PLTN, namun tak memiliki cadangan Uranium, sehingga selain mengimpor Uranium untuk bahan baku PLTN-nya Jepang juga memiliki fasilitas daur ulang bahan baku nuklir bekas pakai. "Cadangan dunia akan Uranium sekitar 60 tahun saja, harga yang 10 tahun lalu hanya tujuh dollar AS per pon (0,45 kilogram) pada November 2007 sudah naik menjadi 100 dolar AS per pon, meski pada 2008 ini sempat turun menjadi 80 dollar AS per pon. Jadi, memang dituntut untuk optimalisasi bahan baku," katanya. Menurut dia, seperti halnya Rusia, Kazakstan atau Australia, maka Indonesia yang memiliki cadangan uranium sendiri tak perlu mengimpornya atau mendaur ulangnya, tetapi dengan mengeksplorasi cadangannya. Jepang memulai PLTN pada 1963, lanjut dia, karena ketergantungan impor minyak dari Timur Tengah sebesar 99 persen sementara kebutuhan energi untuk pembangunan terus meningkat, dan perlunya diversifikasi energi. Kubo mengakui, setiap membangun fasilitas PLTN, Jepang pun tidak luput dari demonstrasi warganya, namun Jepang berhasil mengatasinya dengan terus memberi pengertian melalui media massa, serta pembuktian bahwa tingkat keselamatan PLTN-nya cukup tinggi. "Tingkat alergi masyarakat Jepang terhadap bom nuklir cukup tinggi, tapi kami jelaskan PLTN bukan bom. Perizinan pembangunan PLTN sangat ketat, begitu pula pengawasannnya," demikian Kubo. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008