Semuanya dilihat fiskal negara. Mampu atau tidak mampu, kuat atau tidak kuat
Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo mengatakan akan menghitung dan mempertimbangkan kemampuan fiskal negara terkait potensi kenaikan harga BBM pada Juni mendatang setelah ditahan sejak awal tahun.

"Semuanya dilihat fiskal negara. Mampu atau tidak mampu, kuat atau tidak kuat," kata Presiden Jokowi saat ditemui di Istora Senayan, Jakarta, Senin malam.

Presiden mengatakan bahwa kemampuan APBN untuk melakukan subsidi BBM akan dihitung dengan pertimbangan harga minyak dunia, terutama di tengah kondisi geopolitik.

Menurut Presiden, semua aspek tersebut akan dikalkulasi dan dihitung lewat pertimbangan yang matang.

"Harga minyaknya sampai seberapa tinggi. Semuanya akan dikalkulasi, semua akan dihitung, semua akan dilakukan lewat pertimbangan-pertimbangan yang matang karena itu menyangkut hajat hidup orang banyak," kata Presiden.

Kepala Negara menilai bahwa keputusan pemerintah terhadap harga BBM menyangkut hajat hidup orang banyak.

"Bisa mempengaruhi harga, bisa mempengaruhi semuanya kalau urusan minyak," tutup Presiden.

Seperti diketahui, pemerintah telah menahan kenaikan harga BBM baik subsidi dan nonsubsidi sejak awal tahun 2024.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam kesempatan sebelumnya mengungkapkan pertimbangan pemerintah menahan harga BBM untuk tetap stabil hingga Juni 2024,

Di sisi lain, gejolak harga minyak dunia, eskalasi konflik di Timur Tengah, hingga pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS membuat kompensasi dan anggaran subsidi BBM di dalam negeri membengkak.

"Kan kami sudah bilang sampai Juni 2024 (ditahan), pertimbangannya kan kita baru pulih, masyarakat ini jangan sampai kena beban tambahan, itu aja," kata Arifin.

Baca juga: Menteri ESDM soroti harga minyak mentah turun saat bahas BBM
Baca juga: Erick Thohir sebut BUMN ikut aturan regulator terkait BBM tak naik

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024