Jakarta (ANTARA News) - Kalangan media massa perlu mendapat pengawasan karena pada saat ini media dengan kebebasan yang disandangnya telah sedemikian berkuasa, sementara kekuasaan berkecenderungan untuk korup. Pendapat itu merupakan salah satu kesimpulan yang mencuat dalam seminar bertajuk "Refleksi Kebebasan Pers: Meneguhkan Tanggung Jawab Pers Kepada Publik" yang diselenggarakan Pusat Pengkajian dan Pelatihan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (P3ISIP) UI di Jakarta, Selasa. Seminar sehari itu menghadirkan sejumlah tokoh pers seperti Jacob Oetama (Kompas), Leo Batubara (Dewan Pers), Sirikit Syah (aktivis LKMA Media Watch) serta guru besar komunikasi UI Prof Budyatna. Menurut Sirikit, dari sejumlah fungsi pers yang ada, yakni informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial dan ekonomi, fungsi kontrol sosial media lah yang berjalan paling pesat hingga cenderung kebablasan. Terkait dengan fenomena itu, menurut dia, jumlah kasus yang melibatkan pers tersebut dan diadukan masyarakat juga meningkat pesat. Menurut catatan Leo Batubara, sepanjang tahun 2000-2007 terdapat sebanyak 1265 pengaduan masyarakat, baik yang langsung ke Dewan Pers maupun ditembuskan ke Dewan Pers. "Dari pengaduan tersebut didapati sebagian besar media yang diadukan tidak memahami UU Pers dan melanggar kode etik," katanya. Salah satu bentuk "kebablasan" yang sering dilakukan kalangan media adalah pers gemar melakukan praktek pembingkaian fakta atau peristiwa melalui penggunaan istilah yang berdaya perlokutif tinggi, vulgar, cabul ataupun ungkapan yang mengandung opini pribadi. Sementara itu Prof Budyatna mengatakan bahwa dalam suasana euforia saat ini, walaupun tidak lagi bertanggung jawab kepada pemerintah, bisa saja insan-insan media belum menyadari akan tanggung jawabnya kepada publik. "Kalaupun pemberitaanya merefleksikan pembelaan pada publik, ini disebabkan karena media sedang berseberangan dengan pemerintah dan bukan karena mereka merasa punya tanggung jawab pada masyarakat," katanya. Terkait dengan terus menguatnya kekuasaan media massa dan sekaligus berkecenderungan untuk terus bermasalah, sejumlah pembicara menekankan bahwa pers harus dikontrol. Sirikit di antaranya menawarkan solusi agar peran lembaga media watch dan perguruan tinggi ditingkatkan di samping menyempurnakan lagi konvensi/standar jurnalistik yang ada saat ini. "Peran lembaga media watch akan menggantikan peran pengawasan media oleh pemerintah, TNI, parpol serta preman," katanya. Sementara lembaga media watch tersebut, ia menambahkan, akan dipantau lagi oleh masyarakat bersama media massa. Hal senada juga dikemukakan Leo Batubara yang mengatakan bahwa faktor eksternal yang bisa mengontrol pers adalah masyarakat, pemantau media, organisasi pers, Dewan Pers/KPI serta penegak hukum. Selain itu juga perlu ada pengontrol internal di media itu sendiri yang mencakup wartawannya, para redaktur serta ombudsman pers yang bersangkutan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008