Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR, Al Muzzammil Yusuf, menilai persoalan terbesar pada Industri pertelevisian adalah mereka terjebak pada standar rating penonton dan menomorduakan kualitas serta dampak tayangan. "Padahal sistem rating hanya mengukur jumlah pemirsa yang sedang menonton, tanpa memperdulikan suka atau tidak suka, bagus atau tidak bagus, serta logis atau tidak logis tayangan tersebut," katanya di Jakarta, Selasa. Muzzammil mengemukakan hal itu usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi I dengan Asosiasi TV Swasta Indonesia. Menurut dia, penilaian rating selama ini dilakukan hanya oleh Nielsen Media Research (NMR) dan tidak ada lembaga alternatif. Ia mengusulkan agar ke depan dimunculkan lembaga penilai rating berdasarkan metoda kualitatif (kualitas isi) dan penilaian dampak positifnya, sehingga tidak semata penilaian kuantitatif. Selain itu, lanjutnya, pihak TV mengajukan riset ke publik atau pemirsa, tentang pilihan tayangan yang mereka kehendaki, jam tayang, lama tayang dan lain-lain. "Saya kira ini tidak sulit dilakukan. Ini juga sesuai dengan prinsip marketing. Dan juga saya kira kita tidak kekurangan penulis naskah cerita atau acara yang kreatif edukatif," katanya. Dengan demikian, katanya, tayangan TV akan benar-benar sesuai dengan amanat UU dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) No.2/2007 tentang Pedoman Prilaku Penyiaran yang mengatur soal nilai-nilai agama, norma masyarakat, etika, dan asas kebebasan dan tangjawab. (*)

Copyright © ANTARA 2008