Bangkok (ANTARA) - Fakultas Kedokteran Universitas Chulalongkorn Thailand mengumumkan kemitraan dengan Organisasi Farmasi Pemerintah (GPO) untuk mempercepat pengembangan obat imunoterapi antibodi untuk pengobatan kanker dengan biaya yang jauh lebih murah dalam tiga tahun ke depan.

Dr Trirak Pisitkul dari Center of Excellence in Cancer Immunotherapy, Fakultas Kedokteran, Universitas Chulalongkorn mengatakan kemitraan dengan GPO akan memungkinkan penelitian, pengembangan, produksi, dan distribusi obat lebih lanjut, sehingga lebih mudah diakses oleh pasien kanker.

Ia menjelaskan bahwa imunoterapi antibodi telah diteliti di seluruh dunia dan efektivitasnya bervariasi tergantung pada jenis kankernya. Untuk beberapa jenis bisa efektif 50 persen, sedangkan untuk jenis lainnya efektif 5-10 persen.

Hal itu juga tergantung pada stadium penyakit pasien. Namun tanpa obat imunoterapi antibodi, pasien tidak mempunyai peluang sama sekali.

Senada, Direktur Jenderal GPO Mingkwan Suphanpong mengatakan pihaknya siap berkolaborasi dengan Chulalongkorn University untuk melakukan uji klinis obat antibodi yang diproduksi pada pasien kanker paru-paru.

Pasien pertama diharapkan akan terdaftar dalam penelitian ini pada tahun 2025, dan data yang dikumpulkan akan digunakan untuk mendaftarkan obat tersebut ke FDA.

Obat imunoterapi antibodi untuk pengobatan kanker diharapkan dapat digunakan dalam tiga tahun ke depan, dimulai pada pasien kanker paru-paru dan kemudian diperluas ke jenis kanker lainnya.

Harga obat tersebut diperkirakan akan turun 50 persen pada tahun pertama dari lebih dari 3 juta baht (Rp1,3 miliar) menjadi 1,5 juta baht (Rp661,6 juta) per orang. Hal itu akan memberikan pilihan lain bagi pasien kanker untuk mengakses pengobatan yang efektif dan menciptakan keamanan kesehatan yang berkelanjutan bagi masyarakat Thailand.

Imunoterapi antibodi yang merupakan jenis pengobatan kanker yang menggunakan sistem kekebalan tubuh pasien untuk melawan sel kanker, dianggap sebagai standar perawatan untuk banyak jenis kanker karena kemanjurannya yang tinggi, efek samping yang rendah, dan indikasi yang luas untuk mengobati berbagai jenis kanker.

Namun, obat imunoterapi tersebut mahal dan seringkali melebihi 100.000 bhat (Rp44 juta). Oleh karena itu, tim peneliti di Center of Excellence in Cancer Immunotherapy, Fakultas Kedokteran, Universitas Chulalongkorn, telah bekerja sejak tahun 2018 untuk mengembangkan obat imunoterapi antibodi untuk pengobatan kanker.

Universitas Chulalongkorn telah berhasil mengembangkan lini sel untuk produksi antibodi, proses manufaktur skala industri, dan telah menguji kemanjuran obat pada tikus dan keamanannya pada monyet. Kini obat tersebut tengah di produksi di pabrik yang sesuai dengan praktik manufaktur yang baik (GMP).

Sumber : TNA

Baca juga: Menkes: NaPaK upaya tingkatkan pelayanan perawatan kanker
Baca juga: Dokter jelaskan cara mengendalikan nyeri akibat kanker


Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024