Jakarta (ANTARA News) - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno akui sistem outsourcing atau sistem kontrak kerja merugikan pekerja, tetapi Depnakertrans tak bisa berbuat banyak karena sistem kontrak kerja itu dibolehkan dalam UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Selain itu, dalam paradoks era globalisasi seperti sekarang ini, sistem kerja outsourcing tidak bisa dihindari lagi karena dipengaruhi perkembangan teknologi. "Memang unjuk rasa soal outsourcing makin banyak, tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa karena masalah itu diatur dalam UU Ketenagakerjaan," kata Erman di Jakarta, Kamis. Menurutnya, yang bisa dilakukan sekarang adalah menyempurnakan pasal yang mengatur outsourcing di UU Ketenagakerjaan No.13/2007 dan meningkatkan pengawasan. "Jika memang mau dihapus atau direvisi, semua pihak yang terkait (Apindo dan serikat pekerja) harus berunding dulu," ujarnya. Selain outsourcing, masalah yang dihadapi Depnakertrans adalah tentang pekerja kontrak. Sistem ini dinilai sangat merugikan karena banyak perusahaan yang berkelit untuk tidak melanjutkan kontrak buruh setelah masa kerja dua tahun. Erman mengatakan sudah bicara dengan Apindo dan sejumlah serikat pekerja tentang hal ini. "Mereka harus mau berembug, dan kita hanya Tut Wuri Handayani (mendorong dari belakang)," katanya. Sementara itu Ketua Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning mengatakan, dalam situasi apapun pemerintah harus berpihak pada pekerja. Karena kalau pengusaha sudah jelas tidak ingin rugi, sementara pekerja selalu jadi pihak yang dirugikan. "Tidak ada sejarahnya pekerja itu korupsi, tapi kalau pengusaha, dengan mudahnya kabur meninggalkan pekerjanya yang terlantar. Jadi sekali lagi, Depnakertrans dan pemerintah pusat serta daerah harus berpihak pada pekerja," katanya. Terkait masalah pengawas, Ribka minta agar Bappenas menambah anggaran bagi Depnakertrans, khususnya untuk sektor pengawasan. "Kalau petugas pengawasnya sejahtera, saya yakin mereka tidak mudah dilobi pengusaha dan mereka akan berpihak kepada pekerja," kata Ribka.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008