Palangka Raya (ANTARA News) - Pembalakan liar (illegal logging) di Provinsi Kalimantan Tengah yang sudah meredup tahun lalu, kini kembali marak dan mengancam kawasan-kawasan hutan produksi setempat. "Hutan produksi di Kalteng dalam kondisi waspada pembalakan liar, seiring banyaknya ancaman dari para pembalak yang mulai beraksi lagi," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng Mega Harianto di Palangka Raya, Kamis. Mega menyebutkan, kawasan-kawasan hutan produksi yang dalam "status quo" atau tak bertuan kini menjadi incaran empuk para pembalak karena ketiadaan pengawasan. Hutan produksi dalam "status quo" itu biasanya merupakan kawasan yang tidak jelas pengelolaannya setelah ijin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) habis masa berlakunya. Dugaan maraknya kembali aktivitas pembalakan liar itu karena kebutuhan kayu tahun ini yang diprediksi akan melonjak pasca terjadinya kelangkaan kayu setahun lalu. Kondisi tersebut menjadikan sebuah peluang untuk memasok kayu ilegal dalam jumlah besar ke pasaran. "Upaya pengawasan dan pemberantasan harus ditingkatkan lagi. Aparat dan jajaran teknis pemerintah jangan terlena dengan berkurangnya aktivitas pembalak tahun lalu," tegasnya. Ia meminta, para pemangku kawasan hutan agar lebih menjaga kawasannya, mulai dari kawasan konservasi seperti taman nasional, areal hutan produksi, hingga kawasan pengembangan lain yang masih berkayu. Sebelumnya, Kepala Dinas Kehutanan Kalteng Anang Acil Rumbang mengakui, kawasan hutan produksi yang dalam "status quo" itu kerap menjadi sasaran utama aktivitas pembalakan liar. Kondisi hutan produksi di Kalteng berdasarkan data terakhir menyebutkan seluas 4,24 juta hektar berada dalam kondisi kritis dari total delapan juta hektare total luas hutan produksi setempat. Jumlah kritis itu terdiri dari 3,56 juta hektare untuk hutan produksi dan 579,63 ribu hektare untuk hutan produksi terbatas. Merebaknya kegiatan pembalakkan liar tersebut, kata Acil, banyak dipicu oleh ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan bahan baku kayu bagi industri. Besarnya permintaan terhadap produk kayu olahan baik di pasar lokal, nasional, maupun internasional berdampak pada peningkatan produksi industri kayu dari hulu sampai hilir. Sementara disisi lain, keterlibatan banyak sektor mulai dari masyarakat, lembaga lokal, oknum aparat keamanan, oknum aparat pemegang kekuasaan, cukong besar dan kecil telah banyak mempersulit penanganan kejahatan hutan itu. Oleh karena itu, upaya penanganan kejahatan kehutanan tersebut seharusnya dilakukan secara bersama sesuai kesepakatan oleh seluruh pemangku kepentingan kehutanan, imbuhnya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008