Jakarta (ANTARA News) - Mantan Panglima Komando Pengendalian Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), Sudomo, Rabu memenuhi panggilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai saksi kasus Talang Sari, Lampung, pada 1989 atau 19 tahun lalu. Empat anggota Komnas HAM menanyai Sudomo seputar kasus Talang Sari yang berlangsung sekitar tiga jam dari pukul 13.00 WIB sampai 16.00 WIB. Ketua Tim Advokasi Peristiwa Talang Sari, Johny Nelson Simanjuntak, mengatakan kedatangan Sudomo ke Komnas HAM sebagai saksi kasus Talang Sari, karena Komnas HAM juga melakukan pemanggilan baik terhadap saksi korban maupun saksi non-korban. "Komnas HAM meminta keterangan Pak Sudomo terkait peristiwa Talang Sari, Pak Sudomo kooperatif yang ditunjukkan dengan memenuhi permintaan Komnas HAM," katanya. Selain itu, kata dia, Komnas HAM juga sudah memintai keterangan saksi lainnya sebanyak 80 orang dan akan memintai keterangan dari pihak yang terkait lainnya. Hasil keterangan itu dijadikan referensi untuk mengumpulkan bahan terkait pengungkapan kasus tersebut yang ditargetkan pada Juni 2008 mendatang sudah dapat selesai dan diserahkan kepada pemerintah melalui Kejaksaan Agung (Kejagung). "Pemeriksaan kasus Talang Sari itu merupakan mandat dari komisioner Komnas HAM yang baru, yang harus diselesaikan," katanya. Sementara itu, Sudomo mengatakan kedatangannya ke Komnas HAM sebagai saksi dalam kasus Talang Sari. Selain dirinya, AM Hendropriyono (Komandan Korem 043 Garuda Hitam Lampung) turut diminta menjadi saksi. "Kasus Talang Sari itu kan soal Pondok Pesantren (Pontren) yang menolak asas tunggal dan hutan lindung diduduki," katanya. Kemudian, kata dia, saat itu dari pihak Korem setempat melakukan pengecekan ke lapangan, namun diamuk warga hingga dibunuh. "Itu awalnya peristiwa Talang Sari," katanya. Secara struktural, ia menyebutkan dalam penanganan kasus itu, yakni Koramil atau Korem yang kemudian melaporkan kepada Pangdam kemudian Kasad hingga ke Pangab. "Saat itu jabatan saya sebagai Pangkopkamtib hanya berkaitan dengan koordinasi saja. Danrem yang bertanggung jawab," katanya. Ketika ditanya kasus itu diungkap kembali, ia menyatakan terserah saja untuk diungkapkan kembali. "Saya siap memberikan keterangan apapun yang diketahui," katanya. Sebelumnya, Komnas HAM melalui salah satu Komisionernya, HM Kabul Supriyadhie, kendati tidak menyebutkan batas waktu dan target, menjanjikan pihaknya segera menuntaskan penyelidikan pro-yustisia kasus Talangsari yang ditengarai terjadi pelanggaran HAM berat oleh aparat pada 6-8 Februari 1989 atau 19 tahun lalu, sehingga dapat menjadi rekomendasi untuk disampaikan kepada penegak hukum melalui Kejaksaan Agung (Kejagung). "Sampai saat ini kami masih melanjutkan penyelidikan yang pernah dilakukan Komisioner Komnas HAM sebelumnya atas Kasus Talangsari Lampung ini," kata Kabul, kepada wartawan, pada peringatan 19 tahun Tragedi Talangsari, di Dusun Talangsari III, Desa Labuhan Ratu VII, Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur, Kamis petang. Dia menyebutkan, penyelidikan yang dijalankan Komnas HAM itu hampir rampung, mendekati 100 persen, khususnya pemeriksaan terhadap saksi korban sekitar 80-an orang. "Saat ini kami sedang melakukan penyelidikan dan mendapatkan keterangan dari para saksi pejabat pada saat itu, baik yang ada di Lampung maupun tempat lain," kata dia. Temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebutkan dalam Tragedi Talangsari pada Februari 1989 itu, terdapat 88 warga yang hilang, 164 orang ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang, 48 diadili secara tidak fair, dan 167 orang meninggal dunia. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008