New York (ANTARA News) - Sepuluh badan Perserikatan Bangsa-bangsa, Rabu, menyatakan tekadnya bersatu untuk mengupayakan penghapusan praktik berupa sunat terhadap perempuan dengan menekankan perlunya kepemimpinan yang kuat dan sumber daya yang lebih besar untuk melindungi kesehatan dan hidup jutaan perempuan. Dalam pernyataannya yang dikeluarkan di New York, Rabu, kesepuluh badan PBB tersebut menyatakan janji mereka untuk mendukung seluruh pemerintahan dan masyarakat dalam upaya menghapuskan praktik sunat terhadap alat kelamin perempuan. Saat ini diperkirakan ada tiga juta perempuan yang menghadapi kemungkinan terkena praktik sunat sementara sekitar 140 juta perempuan, terutama di Asia, Timur Tengah, dan Afrika telah mengalami penyunatan alat kelamin mereka. Praktik tersebut diketahui masih banyak terjadi secara luas di berbagai belahan dunia yang menyebabkan kekhawatiran terhadap efek yang ditimbulkan terhadap kesehatan perempuan dan bayi-bayi perempuan. Kelompok badan PBB yang menyatakan tekad bersama itu adalah Joint UN Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), the UN Development Programme (UNDP), The UN Economic Commission for Africa (UNECA), the UN Educational, Scientific and Cultural Organizations (UNESCO), the UN Population Fund (UNFPA), the Office of the High Commissioner on Human Rights (OHCHR), the UN High Commissioner for Refugees (UNHCR), the UN Children?s Fund (UNICEF), the UN Development Fund for Women (UNIFEM) dan the World Health Organization (WHO). Kelompok badan PBB menyatakan prihatin terhadap praktik yang telah "dimedikalisasi" --yaitu dilakukan oleh orang-orang profesional yang bekerja di bidang kesehatan- serta adanya kepercayaan bahwa penyunatan itu akan meningkatkan kesucian dan menjaga pernikahan dengan mengontrol kualitas sex mereka. "Kami lihat bahwa tradisi-tradisi seperti itu seringkali lebih kuat dibandingkan hukum yang berlaku, dan tindakan hukum dengan sendirinya tidaklah cukup," kata kelompok tersebut. Kelompok badan PBB tersebut bertekad mengupayakan agar tahun 2015 nanti --tahun yang ditargetkan untuk tercapainya tujuan-tujuan global anti-kemiskinan atau Millenium Development Goals (MDGs)-- praktik sunat perempuan sudah akan berkurang. "Kalau kita bisa bersama-sama melakukan tekanan terus menerus, dalam satu generasi praktik sunat perempuan akan hapus," kata Deputi Sekretaris Jenderal PBB Asha-Rose Migiro. Migiro meminta semua negara untuk bergabung dengan PBB sebagai mitra untuk melawan penyunatan terhadap perempuan. Ia menekankan bahwa praktik tersebut sangat "bertentangan dengan nilai-nilai universal yang mendasar dan merupakan tantangan terhadap kesehatan dan martabat manusia". Menneg PP Sementara itu di Markas Besar PBB, New York, Rabu, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meuthia Hatta Swasono mendapat kesempatan berbicara pada sidang ke-52 Komisi Status Perempuan dengan menyatakan bahwa kendati kontribusi perempuan dalam mencapai MDGs diakui, masih ada jurang antara janji-janji yang dibuat dan yang telah diwujudkan. "Karena itu sudah waktunya untuk melakukan tindakan nyata. Indonesia sepakat bahwa perhatian perlu ditingkatkan saat membahas perspektif jender di enam macam tindakan Monterrey Consensus," kata Meuthia. Monterrey Consensus sendiri adalah kesepakatan yang dicapai para pemimpin negara tentang mekanisme pendanaan pembangunan terutama bagi negara berkembang. Kesepakatan tersebut mencakup mobilisasi dana domestik; penarikan arus pendanaan internasional; peran pendanaan internasional sebagai lokomotif pembangunan; kerjasama keuangan dan teknis bagi pembangunan; pengurangan utang luar negara dan pendanaan pembayaran utang secara berkelanjutan; serta penguatan kekompakan dan kesinambungan sistem moneter, keuangan dan perdagangan internasional.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008