Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan (Depkeu) memiliki dua cara opsi jika pihak Kejaksaan Agung menyerahkan penanganan kasus BLBI karena tidak ditemukan adanya unsur melawan hukum/penyalahgunaan wewenang namun ada dugaan kerugian negara. "Saya belum terima itu (kasus BLBI), kita pelajari saja kalau diserahkan ke Depkeu. Tapi kalau pun diserahkan ke Depkeu maka ada dua cara menindaklanjuti," kata Dirjen Kekayaan Negara Depkeu, Hadiyanto di Jakarta, Jumat. Cara pertama, jelas Hadiyanto, proses perdata tetap ditangani oleh Kejaksaan setelah Depkeu mengeluarkan surat kuasa penangangan secara perdata. "Cara kedua pengurusan melalui panitia urusan piutang negara (PUPN) yang ada di bawah Depkeu," katanya. Ketika ditanya cara mana yang akan ditempuh Depkeu untuk menindaklanjuti penyerahan kasus perdata oleh Kejaksaan, Hadiyanto mengatakan belum tahu karena hingga saat ini pihaknya juga belum menerima penyerahan kasus dari Kejaksaan. Berdasar Keterangan dan Jawaban Pemerintah atas Interpelasi DPR yang disampaikan Menko Perekonomian Boediono dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu, pihak Kejaksaan Agung menangani delapan perjanjian penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) BLBI. Dari delapan kasus itu, empat di antaranya kini dalam tahap penyelidikan dan jika tidak ditemukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang, namun diduga ada kerugian negara, akan diserahkan kepada Depkeu untuk penyelesaian secara perdata. Keempat perjanjian PKPS itu adalah pertama, kasus Bank Centris dengan empat pemegang saham, yaitu Andri Tedjadharma, PTB Centris Mekarlestari, Prasetyo Utomo, dan Paul Banuarsa Silalahi. Kedua, kasus Bank Orient dengan pemegang saham Kwan Benny Ahadi. Ketiga, kasus Bank Dewa Rutji dengan pemegang saham Sjamsul Nursalim, dan keempat kasus Bank Arya Panduartha dengan pemegang saham Kaharudin Ongko. Keempat kasus itu saat ini sedang dalam tahap penyelidikan. Apabila tidak ditemukan adanya perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang, namun ada kerugian negara, maka akan diserahkan kepada Menkeu untuk penyelesaiannya. Sementara penyidikan terhadap dua kasus PKPS dihentikan, yaitu pertama pada PKPS Bank Deka dengan pemegang saham Dewanto Kurniawan, Royanto Kurniawan, Leo Polisa, dan Rasjim Wiraatmadja. Kedua kasus Bank Central Dagang dengan pemegang saham Hindarto Tantular dan Anton Tantular. Penyidikan pada kasus Bank Deka dihentikan karena tidak ditemukan adanya perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang, namun apabila ada kerugian negara akan diserahkan kepada Menkeu untuk penyelesaian. Penyidikan Bank Central Dagang juga dihentikan karena tidak ditemukan adanya perbuatan melawan hukum dan kerugian sudah diselesaikan dengan penyerahan aset ke BPPN. Satu perjanjian PKPS dikembalikan penanganannya kepada Tim Pemberesan BPPN per 10 November 2005 yaitu pada Bank Dharmala dengan pemilik saham Sujanto Gondokusumo. Satu kasus sudah divonis dan dieksekusi yaitu kasus Bank Aspac dengan pemegang saham Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono. Hendrawan Harjono divonis 1 tahun penjara, denda Rp0,5 m subsider 3 bulan kurungan, biaya perkara Rp2.500. Sementara Setiawan Harjono divonis 6 bulan penjara dengan denda Rp30 juta subsider 4 bulan kurungan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008