Jakarta (ANTARA News) - Center for Information and Development Studies (CIDES) memperkirakan tingkat inflasi tahun 2008 akan lebih dari tujuh persen, melampaui asumsi APBN-P 2008 sebesar 6,5 persen, menyusul tingginya harga bahan pangan di pasar internasional. "Dampak harga pangan internasional sangat kuat, sehingga dibutuhkan upaya serius pemerintah mengerem laju inflasi," kata Ketua Dewan Direktur CIDES, Umar Juoro, usai seminar `Politik Anggaran dan RAPBNP Tahun 2008`, di Jakarta, Selasa. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Februari 2008 mencapai 0,65 persen, dengan kenaikan tertinggi disumbang kelompok bahan makanan sebesar 1,59 persen; makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,88 persen, kelompok sandang 0,76 persen, kelompok kesehatan 1,56 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,04 persen, dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,02 persen. Dengan demikian, tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Februari) mencapai 2,44 persen. Menurut Umar, untuk memenuhi target asumsi inflasi APBN 2008 sebesar 6,5 persen, inflasi setiap bulan rata-rata maksimal sebesar 0,4 persen. "Bisa saja pada Maret inflasi rendah seiring dengan musim panen. Namun, pada bulan lainnya tekanan inflasi tetap tinggi seperti menjelang Ramadhan, hari-hari besar keagamaan, dan akhir tahun," katanya, tanpa memberi rekomendasi angka asumsi baru inflasi di APBN. Kekhawatiran bahwa tingkat inflasi tidak terkendali, erat kaitannya dengan kenaikan harga bahan pangan seperti, berlanjutnya kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri menyusul melonjaknya komoditi minyak kelapa sawit (CPO) di tingkat internasional, serta gandum dan kedelai. "Harga beras kemungkinan besar stabil karena memang memasuki musim panen," katanya. Sementara itu, Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR-RI, Harry Azhar mengatakan, inflasi tahun ini akan dipicu keputusan pemerintah menerapkan pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi seiring penerapan pola "Smart Card" mulai Mei 2008. "Penerapan Smart Card yang bisa memicu penyelundupan BBM, penyalahgunaan kartu, serta pemahaman masyarakat bahwa terjadi kelangkaan pasokan BBM, juga bisa memicu inflasi," katanya. Lebih jauh dikatakan, Umar Juoro, di tengah tekanan inflasi, di sisi lain pemerintah diminta bersikap realistis, yaitu berupaya menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan memelihara cadangan devisa pada level tinggi. "Penguatan rupiah sangat membantu mengendalikan inflasi, karena bisa membuat investor tetap berada di Indonesia. Saat ini, beberapa sektor di Amerika Serikat investasi tidak menarik," katanya. Menurut Umar, yang tidak kalah penting adalah produksi dan distribusi pangan di dalam negeri agar tidak terganggu, termasuk memberi insentif kepada petani berupa kebijakan kredit ringan, sehingga dapat mendorong hasrat untuk meningkatkan produksi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008