Jakarta (ANTARA News) - Filosofi dasar catenaccio berbunyi,"bertahan adalah format terbaik bagi serangan." Dalam sistem defensif ini pemain hanya ‘krasan’ di daerahnya sendiri. Bertualang di daerah lawan sebisa mungkin diminimalkan. Dalam episode perjalanan sepak bola, sistem catenaccio atau pertahanan gerendel menjadi salah satu aktor fenomenal yang berperan dalam pembentukan sepak bola modern saat ini. Italia si empunya strategi ini menjadi perbincangan dunia waktu itu ketika berani menampilkan gaya destruktif dengan meninggalkan gaya sepak bola indah. Adalah Helenio Herrera si ‘bapak catenaccio’ yang mempopulerkan gaya defensif ini. Pada awal enam puluhan, besutan Herrera membawa berkah bagi Inter Milan menjadi Juara Italia tahun 1963, 1965 dan 1966 dan merengkuh gelar Piala Champion pada tahun 1964 dan 1965. Ide untuk membuat dan menetukan permainan, inisiatif untuk menyerang, memprovokasi agar lawan menunjukkan permainannya, semuanya adalah larangan dalam sistem ‘birokrasi’ ini. Sebaliknya, menanti dan mengharapkan lawan melakukan kesalahan, menanti kesempatan "counter". Itulah diktat sistem pertahan gerendel. Penonton pun tak lagi bisa menikmati romantisme yang ada di lapangan hijau. Segala cara dilakukan untuk menang walaupun harus mengorbankan hakekat dari sepak bola yaitu sebuah seni. Bertahan Ala PSSI Nurdin Halid pun jadi aktor fenomenal di tubuh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Kegigihannya bertahan diri dari segala serangan yang menginginkannya mundur dari jabatan ketua umum mengingatkan kekerasan hati seorang Helenio Herrera. Herrera selalu bergeming dan tak mau mendengar protes dari lawannya. Seorang kolumnis sepakbola kawakan Walter Lutz pernah menyerang pola pertahanan gerendel ini. Ia berpendapat permainan akan berkembang dengan makin rumit dan menegakkan diri sebagai sistem yang makin kokoh. Jumlah gol semakin sedikit, adegan berbahaya makin jarang dan tembakan ke gawang makin langka. Herrrera membalasnya. “Dalam permainan, hasil akhir adalah yang terpenting. Kemenanganlah yang dicari. Tidak peduli dengan permainan indah." Polemik di PSSI bermula ketika Nurdin Halid tidak mau mengundurkan diri dari posisi ketua umum. Padahal pria yang pernah menjabat manager PSM Makassar itu sedang meringkuk di balik jeruji rutan Salemba terkait kasus korupsi pengadaan minyak goreng tahun 2001. Pria yang lahir di Watampone, Sulawesi Selatan 49 tahun lalu itu dengan tegas menolak mengundurkan diri dengan alasan yang tak masuk akal. Bahkan Wapres Jusuf Kalla angkat bicara untuk menenangkan teman ‘satu kampungnya’ itu ."‘Saya yakin Nurdin Halid akan berbesar hati untuk mundur, PSSI pasti harus ikut aturan FIFA dan saya yakin PSSI akan ikuti aturan-aturan FIFA," tegas Wapres. Namun pria lulusan IKIP Ujungpandang tahun 1982 itu balik melakukan serangan balik. Tampaknya Nurdin pandai mengadopsi strategi ‘counter attack’ Cattenaccio. Menunggu lawan lengah untuk menyerang balik dan mencetak gol. "Saya hanya mematuhi keputusan organisasi. Wapres bahkan Presiden tidak bisa melakukan intervensi kepada PSSI," tegas Nurdin Bak belut yang licin mantan anggota Fraksi Partai Golkar DPR-RI, 1999-2004 itu tetap menolak lengser. Ia melontarkan alasan lain untuk tetap memegang jabatannya itu. Ia menegaskan hanya akan mematuhi keputusan Komite Eksekutif FIFA. "Sampai saat ini saya belum menerima dan membaca surat dari FIFA yang memerintahkan saya untuk mundur,"tegasnya. "Apa yang dikeluarkan FIFA itu adalah rekomendasi dari Komite Asosiasi, bukan Komite Eksekutif FIFA. Komite Eksekutif, yang merupakan badan tertinggi di FIFA, tidak mengeluarkan keputusan mengenai Indonesia," tegasnya. Komite Asosiasi FIFA mengeluarkan peryataan bahwa berdasarkan prinsip dasar FIFA, seseorang yang pernah dihukum karena melakukan kejahatan dan atau tengah menjalani hukuman penjara tidak diperkenankan ikut dalam pemilihan (ulang) tersebut. Keputusan tersebut menegaskan kembali isi Artikel 7 Kode Etik FIFA yang antara lain menyatakan orang-orang dengan catatan kriminal dianggap tidak memenuhi syarat untuk menjadi pengurus. Awal bulan Februari Komisi Asosiasi bersidang dan memutuskan , meminta PSSI menyelesaikan revisi statuta dalam tiga bulan terhitung sejak 5 Februari 2008 dan menuntaskan pemilihan ketua umum paling lambat tiga bulan sejak statusa PSSI itu disahkan. Tapi sekali lagi Nurdin berkelit bahwa tidak akan ada musyawarah nasional luar biasa (munaslub) dalam waktu dekat. Komposisi pengurus atau apapun tidak perlu dirubah kecuali pada munaslub 2011. Kerbau Dicocok Hidungnya Nurdin Halid patut bangga karena keinginannya untuk tetap bertahan sebagai ketua umum PSSI mendapat dukungan dari anak buahnya di PSSI. Sekjen PSSI Nugraha Besoes dan Komite Eksekutif PSSI mendukung dia untuk tetap memegang tangguk pimpinan. Sekjen PSSI Nugraha Besoes berusaha untuk melakukan pembelaan terhadap Nurdin dengan dalih untuk mempertahahankan kepengurusan periode 2007-2011 dan tidak menyinggung kemungkinan melakukan Munaslub untuk memilih ketua umum yang baru menggantikan Nurdin Halid. Nugraha berusaha berlindung dibalik pernyataan Presiden Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) Mohammed bin Hammam yang menurutnya pada pertemuan di Kuala Lumpur pada 11 September lalu pernah mengatakan bahwa ia mempersilahkan PSSI untuk menerapkan Statuta PSSI pada Munas 2011 dan kepengurusan 2007-2011 tetap terus berjalan. "Kepengurusan sekarang tetap akan jalan dan pedoman dasar baru yang sesuai dengan aturan FIFA akan diaplikasikan pada 2011," kata Nugraha Besoes. Apabila pernyataan Hammam seperti yang disampaikan Nugraha tersebut benar, berarti tidak ada niat dari para pengurus PSSI untuk "mengatur kembali" pemilihan ketua umum seperti yang ditegaskan oleh FIFA. Menurut Nugraha, Nurdin hanya bisa di copot melalui mekanisme munaslub, namun demikian Exco (Komite Eksekutif) PSSI tidak akan mengusulkan mekanisme munaslub tersebut (status quo). Dalam statuta FIFA, pada pasal 32 ayat 4 standart statutes, disebutkan bahwasanya pengurus organisasi sepakbola haruslah orang yang aktif di sepakbola dan tidak tersangkut masalah kriminal. Dalam kesempatan lain Presiden FIFA Sepp Blatter dalam sebuah acara di FoxSport menyatakan dengan jelas dan tegas agar PSSI tidak menentang keputusan FIFA untuk mencopot Nurdin Halid dari jabatannya. Harusnya pernyataan tersebut menyadarkan PSSI, yang selalu beralasan menunggu surat resmi dari FIFA perihal pencopotan Nurdin Halid. PSSI tetap bergeming dengan peryataan itu. Mereka tetap bersikeras untuk bertahan dengan segala resiko termasuk mendapat kritikan dan demo dari sejumlah suporter. Matabat Bangsa Mengapa PSSI bersikeras mempertahankan hanya satu oang yang jelas-jelas tersangkut masalah hukum? Mengapa tidak berpikir praktis: apakah diantara 200 juta penduduk Indonesia tidak ada yang mampu menjadi ketua umum PSSI. Apakah berbagai kepentingan dibalik itu harus mengorbankan martabat masyarakat sepak bola dan rakyat Indonesia di mata dunia? Ataukah hanya menunggu! Berharap ada orang seperti Rinus Mitchell yang mampu mendobrak hegemoni Cattenaccio dengan total footballnya. Membalikkan Filosofi Cattenaccio menjadi pertahanan terbaik adalah menyerang.
Penulis adalah fotografer Kantor Berita ANTARA yang juga pecinta sepakbola

Oleh Oleh Prasetyo Utomo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008