Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perhubungan (Menhub) Jusman Syafii Djamal mengatakan Uni Eropa (UE) baru akan membahas nasib larangan terbang untuk Indonesia pada Juli tahun ini. "Mereka bilang, mungkin Juli saat Komisi UE melakukan sidangnya. Sedangkan, pada 17 April nanti, tidak mungkin karena utusan itu baru dua minggu di sini," katanya kepada pers, seusai menerima Duta Besar Ad Interim UE untuk Indonesia, Pierre Philippe dan Head of Trade Section UE, Andreas Julin, di Jakarta, Rabu. Kedatangan kedua orang itu untuk mengantarkan konsultan ahli dari UE untuk peningkatan keselamatan penerbangan Indonesia-UE (Indonesia-European Union Partnership for Aviation Safety), Jean Piere Ambrosini. Menurut Jusman, untuk sidang UE yang diikuti 27 negara anggotanya pada 17 April 2008, mereka paling tidak harus memasukkan laporannya dua minggu sebelumnya atau sekitar 17 Maret, sementara Konsultan Ahli Ambrosini baru datang pada Rabu (5/3) atau memiliki waktu persiapan sekitar dua minggu saja. "Sudah saya usulkan agar bisa dibahas, tetapi dia (Ambrosini) bilang tidak mungkin karena baru saja bekerja," katanya. Jusman menjelaskan, Ambrosini akan bertugas di Indonesia selama enam bulan. Tugasnya mengumpulkan bukti-bukti untuk rekomendasi evaluasi larangan terbang bagi Indonesia. Hasilnya akan dilaporkan ke 27 negara anggota UE. "Semacam jembatan mempercepat proses," ujarnya. Secara umum, kata Jusman, Ambrosini akan melakukan tugasnya dengan beberapa acuan, antara lain mengamati aplikasi program "Road Map to Safety" pemerintah Indonesia dan memantau kinerja Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dalam mengawasi operasi penerbangan di Indonesia. Selain itu juga memantau peningkatan aspek keselamatan penerbangan oleh maskapai Indonesia. Ambrosini juga menekankan agar peran Dirjen Perhubungan Udara mempunyai peran lebih besar dalam revisi Undang-Undang Penerbangan dan lebih independen dibanding peran Menteri Perhubungan. "Untuk masalah pertama, sedang ada rencananya, tetapi untuk yang kedua (independensi Dirjen Perhubungan Udara, red) tidak mungkin," kata Jusman. UE, kata Jusman, juga diminta fokus memperhatikan perkembangan empat maskapai Indonesia yang diusulkan untuk dipercepat pencabutan larangan terbangnya. Mereka itu adalah PT Garuda Indonesia, PT Mandala Airlines, PT Premi Air, dan PT Air Fast. Usulan program jalur cepat itu sendiri terjadi sejak perpanjangan larangan terbang November tahun lalu oleh UE, setelah mulai ditetapkan sejak Juli 2007. Jusman optimistis dengan pengiriman konsultan Eropa itu kemungkinan pencabutan larangan terbang Eropa untuk Indonesia semakin besar. "Seperti sinar di ujung terowongan, semoga pengamatan (konsultan Eropa) benar," katanya. Selama ini, menurut dia, rujukan Eropa terkait keputusan larangan terbang cenderung hanya dari data sekunder. Komunikasi antara Eropa dan Indonesia pun tidak lancar. Harmonisasi Melalui Ambrosini, kata Jusman, Indonesia berharap terdapat beberapa langkah harmonisasi, jika ternyata dalam pengamatan itu, terdapat beberapa perbedaan teknis. "Memang disadari, standar keselamatan Eropa dengan Indonesia berbeda, tetapi kami juga memiliki patokan dan prinsip. Kami berharap ada harmonisasi. Kita juga punya CASR (Civil Aviation Safety Regulation) 135 dan 121. Mungkin perlu pembaharuan atau updating saja," katanya. Prinsipnya lagi, tambah Jusman, Indonesia memiliki batas-batas mana yang bisa dikompromikan dan mana yang tidak, sehingga prinsipnya tidak ada pihak yang merasa diintervensi. "Indonesia yakin, kondisi safety penerbangan Indonesia masih lebih baik dibanding sejumlah negara seperti Afganistan, Nepal dan Yaman," katanya. Sementara itu, menurut Duta Besar Ad Interim UE untuk Indonesia Pierre Philips seusai pertemuan itu, menegaskan, tugas Ambrosini ke Indonesia tidak lebih dari upaya membantu Indonesia segera keluar dari pelarangan terbang oleh UE. "Kuncinya ada di Indonesia sendiri, seberapa jauh Pemerintah dalam hal ini Otoritas Penerbangan Indonesia mampu menunjukkan kapabilitasnya dalam hal mengawasi pelaksanaan safety oleh operator penerbangan di Indonesia dan di lapangan, telah ditemukan bukti-bukti signifikan," kata Pierre. (*)

Copyright © ANTARA 2008