Jakarta (ANTARA News) - Kasus tertangkapnya jaksa penyelidik kasus BLBI Urip Tri Gunawan atas dugaan penerimaan uang senilai 660 ribu dolar AS, diharapkan menjadi "shock teraphy" (terapi kejut) bagi para jaksa sehingga mereka takut menerima suap. "Saya yakin, pasti ada saja jaksa yang jadi takut walau jumlahnya sulit untuk diketahui. Apa yang dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) itu tetap merupakan suatu keberhasilan, yakni membuat orang (jaksa.red) takut," kata pengamat masalah hukum dari Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana B di Jakarta, Sabtu. Gandjar Laksmana menilai, terkait pengungkapan kasus dugaan suap terhadap jaksa Urip, KPK menerapkan "shock teraphy" yang membuat aparat penegak hukum tidak akan berani lagi "main-main" dengan kasus yang sedang ditanganinya. Gandjar mencontohkan kasus yang pernah diungkap KPK pada 2005 terhadap pengacara Harini Wijoso, juga telah membuat para pengacara "tiarap" dan berhati-hati sehingga tidak berani lagi "main-main". Harini Wijoso adalah salah seorang pengacara pengusaha Probosutedjo dalam kasus penyimpangan Dana Reboisasi. Pada 30 September 2005, KPK melakukan pengerebekan dan Harini beserta kelima staf Mahkamah Agung (MA) ditangkap karena terkait kasus penyuapan dengan nilai miliaran rupiah. Pada 30 Juni 2006, oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Harini Wijoso divonis hukuman penjara empat tahun. Gandjar Laksmana yakin bahwa dengan kasus tertangkapnya jaksa Urip Tri Gunawan oleh KPK pada Minggu (2/3) itu, banyak juga jaksa yang kini ketakutan untuk menerima suap. Namun jika dikatakan penangkapan jaksa Urip itu sebagai suatu keberhasilan KPK dalam memberantas korupsi, Gandjar mengatakan bahwa ukuran keberhasilan itu ada banyak tolok ukurnya, di antaranya dari sisi pencegahan dan penindakan. "Kalau penindakan, bukan dengan melihat berapa banyak perkara yang berhasil diungkap KPK karena kita tidak punya banyak data. Berapa yang berhasil diungkap masih sedikit kalau dibanding dengan dugaan batapa banyaknya korupsi yang terjadi di negeri ini," katanya. Karena itu, lanjutnya, salah satu ukuran keberhasilan KPK bukan banyak sedikitnya kasus yang diungkap tetapi apakah yang diungkap itu berbanding lurus atau tidak dengan yang kasus korupsi yang disidik, dibawa ke pengadilan dan pelakunya dihukum. "Misalnya kalau ada 30 kasus yang disidik, maka ke-30 kasus itu harus sampai dibawa ke pengadilan, dan koruptornya dihukum," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008