Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Urip Tri Gunawan telah menjadi tersangka. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Urip di salah satu rumah di Jakarta Selatan karena diduga menerima uang sebesar 660 ribu dolar AS, atau lebih dari Rp6 miliar. Bersama Urip juga ditangkap seorang wanita berinisial AS yang belakangan diketahui bernama lengkap Arthalita Suryani. Arthalita diduga sebagai pemberi uang. Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan pemberian uang itu diduga terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dugaan KPK itu cukup beralasan karena dua hari sebelum tertangkap, Kejaksaan Agung menghentikan penyelidikan dua kasus BLBI, yaitu kasus BLBI yang melibatkan obligor Bank Central Asis (BCA) dan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Penyelidikan kedua kasus itu dilakukan oleh tim khusus yang terdiri dari 35 orang jaksa dari seluruh Indonesia. Jaksa Urip sebelumnya menjabat Ketua Tim Penyelidik kasus BLBI dengan obligor BDNI, sebuah bank milik Sjamsul Nursalim. Kejaksaan Agung tidak menemukan perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut. Fakta-fakta tersebut serta merta memunculkan dugaan dari sejumlah pihak bahwa ada skenario besar dibalik tertangkapnya jaksa yang pernah bertugas di Klungkung, Bali itu. Pemeriksaan Ganda Sesaat setelah tertangkap pada 2 Maret 2008, Jaksa Urip menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik KPK. Sejak saat itu pula, KPK berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin alat bukti yang menunjukkan adanya tindak pidana dalam kasus itu. Meski demikian, KPK lebih banyak diam kepada publik tentang setiap temuan dan perkembangan pemeriksaan. Ketua KPK, Antasari Azhar dalam setiap kesempatan menyatakan KPK selalu bekerja dalam koridor hukum dengan mengandalkan proses pembuktian. "Kami tidak bekerja berdasarkan asumsi," katanya. Penangkapan Jaksa Urip membuat Jaksa Agung Hendarman Supandji kebakaran jenggot. Antara malu dan marah, Jaksa Agung memerintahkan Bagian Pengawasan Kejaksaan Agung berjalan beriringan dengan KPK untuk memeriksa Urip. Jaksa Agung Muda Pengawasan M.S. Raharjo sigap. Raharjo beserta jajarannya segera meminta izin kepada KPK untuk turut memeriksa Urip secara internal. M.S. Raharjo mengatakan, pemeriksaan tim pengawasan terhadap Urip hanya berfokus pada penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin PNS. Pemeriksaan oleh bagian pengawasan, katanya, merupakan pemeriksaan yang terpisah dengan pemeriksaan oleh penyidik KPK dalam hal substansi. Tim pengawasan akan memeriksa dalam dimensi disiplin PNS, sedangkan pemeriksaan oleh penyidik KPK terpusat pada pembuktian adanya tindak pidana. "Jadi bukan bentuk intervensi," katanya. Jamwas berjanji akan memeriksa semua pihak yang diduga terkait, didasarkan pada keterangan yang diberikan Urip serta bertumpu pada penegakan disiplin PNS. "Ini masih proses awal," katanya menambahkan. Sementara itu, Ketua KPK Antasari Azhar menegaskan tidak akan ada tumpang tindih pemeriksaan setelah tim pengawasan ikut memeriksa Urip. Pemeriksaan oleh KPK sebagai bagian proses pembuktian, kata Antasari, akan terus berjalan. "Jangan diartikan tim Jamwas melemahkan upaya pembuktian, justru akan bersinergi," katanya. Efek Domino Publik sulit melepaskan dugaan keterlibatan sejumlah pihak selain Urip dan Arthalita Suryani dalam kasus pemberian uang. Fakta-fakta di lapangan menimbulkan kecurigaan sejumlah pihak. Fakta yang dimaksud antara lain bahwa Urip adalah jaksa penyelidik BLBI, waktu pemberian uang yang tidak terlalu lama dari penghentian kasus BLBI, serta lokasi pemberian uang di rumah yang diduga milik Sjamsul Nursalim, seorang obligor BLBI yang kasusnya dihentikan oleh tim 35 jaksa. KPK berkomitmen untuk melebarkan sayap dengan mengembangkan penyidikan untuk mengungkap kebenaran materiil atas kasus itu. Bahkan KPK akan memproses semua pihak yang berdasarkan alat bukti diduga memiliki keterkaitan dengan kasus yang menjerat jaksa Urip. Niat komisi pemberantas koruptor itu diawali dengan melakukan penggeledahan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, gedung tempat Jaksa Urip dan anggota tim jaksa penyelidik BLBI lainnya berkantor. Hasil dari penggeledahan itu adalah dua kardus dokumen yang langsung dibawa ke gedung KPK. Ketua KPK, Antarasi Azhar menegaskan akan mengembangkan kasus itu, termasuk mengaji kemungkinan keterlibatan anggota tim jaksa lainnya. "Tidak ada kata lain, kami akan lakukan pengusutan lebih lanjut," kata Ketua KPK Antasari Azhar di Jakarta, Selasa. Antasari Azhar menyadari ada banyak kemungkinan dalam kasus tersebut, termasuk ada tidaknya peran anggota jaksa penyelidik BLBI. "Kemungkinan bisa saja terjadi, bisa saja tidak," katanya. Antasari menegaskan, pihaknya akan melakukan pengembangan dan mengambil kesimpulan berdasar alat bukti yang ditemukan. Oleh karena itu, KPK akan meneliti semua temuan dalam setiap penggeledahan yang telah dilakukan KPK. "Apa yang ada kita ambil semua kemudian kita analisis mana yang terkait dengan kasus yang kita tangani," kata Antasari. Temuan tersebut, katanya, bisa menjadi bukti surat, petunjuk, dan barang bukti untuk pengembangan kasus tersebut. Sementara itu, desakan keras datang dari para wakil rakyat di Senayan. "Bapak Jampidsus dan Direktur Penyidikan (Dirdik) dengan kapasitas sebagai ketua tim dinonaktifkan sementara," kata anggota Komisi III, Gayus Lumbuun. Walau meyakini kedua pejabat tinggi Kejaksaan Agung tersebut tidak terlibat langsung dalam kasus penerimaan uang, Gayus melihat non aktifnya Jampidsus akan mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Kejaksaan Agung. Gayus menilai, Jampidsus adalah orang yang bertanggung jawab dalam penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Penangkapan seorang jaksa penyelidik kasus BLBI, Urip Tri Gunawan, merupakan tanggung jawab Jampidsus. Sementara itu, anggota Komisi III lainnya, Sahrin Hamid menilai penonaktifan Jampidsus merupakan langkah untuk membuat proses hukum di Kejaksaan Agung menjadi lebih transparan. "Yang perlu dilakukan menurut saya adalah menonaktifkan pejabat-pejabat yang terkait dengan peristiwa ini, terutama Jampidsus dan Dirdik," katanya. Efek domino sungguh terjadi jika memang ada skenario besar dibalik tertangkapnya jaksa Urip. Paling tidak itulah yang akan dilakukan KPK adan Bagian Pengawasan Kejaksaan Agung, yaitu memeriksa sejumlah pihak yang diduga terkait. Untuk itu, Jamwas M.S. Raharjo atas perintah Jaksa Agung sudah berencana memeriksa petinggi di lingkungan Kejaksaan Agung, diantaranya adalah Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Direktur Penyidikan pada Jampidsus M. Salim. Nama Kemas dan Salim sering disebut akhir-akhir ini, terutama terkait kebijakan penghentian penyelidikan kasus BLBI yang disusul dengan tertangkapnya Jaksa Urip. Secara terpisah, Kemas berontak dengan membantah kasus Jaksa Urip adalah kesalahan pribadi, dan tidak melibatkan institusi kejaksaan. "Tidak ada kaitannya. Saya jamin itu perbuatan secara pribadi," kata Kemas. Meski demikian, dia bersedia menjalani pemeriksaan sesuai aturan yang berlaku. Publik menanti hasil pengembangan yang dilakukan KPK dan Bagian Pengawasan Kejaksaan Agung. Namun, di saat yang sama, publik was-was karena solidaritas korps di lingkungan kejaksaan bisa mematahkan fakta keterlibatan pihak lain dalam kasus Urip.(*)

Oleh Oleh F.X. Lilik Dwi M.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008