Tokyo (ANTARA News) - Posisi Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ) kini terancam krisis menyusul kebuntuan politik yang diakibatkan oleh perteruan partai oposisi DPJ dan pemerintah (yang dikuasai LDP) dalam memilih jabatan orang nomor satu di bank sentral tersebut. Sementara itu, media massa Jepang dalam laporannya di Tokyo, Kamis, menyalahkan partai politik dan menjadikannya sebagai pihak-pihak yang bertanggungjawab atas kekosongan jabatan gubernur bank Sentral Jepang. Situasi itu belum pernah terjadi dalam sejarah Jepang sejak usainya Perang Dunia II. Dua koran utama Jepang, Yomiuri Shimbun dan Asahi Shimbun dalam editorialnya di Tokyo, Kamis, secara telak menyalahkan kekosongan jabatan gubernur bank sentral Jepang ke atas pundak partai oposisi yang dipimpin DPJ (Democratic Party of Japan), sememntara media lainnya mencoba menurunkan fakta-fakta semata. Hal itu terjadi setelah Kamis (3/3) Majelis Rendah Parlemen Jepang yang dikuasai oleh Liberal Democratic Party (LDP) mensahkan usulan pemerintah yang mengajukan Toshiri Muto (64) sebagai Gubernur BOJ. Muto sendiri sebelumnya adalah Deputi Gubernur BOJ. Sementara sehari sebelumnya, Rabu (12/3) lalu, Partai DPJ (Democratic Party of Japan), yang menguasai Majelis Tinggi parlemen Jepang telah menolak kandidat dari pemerintah itu dengan alasan bukan orang yang tepat, dan merupakan "titipan" dari kementrian keuangan, mengingat Muto pernah menjabat sebagai wakil Menkeu Jepang. Para pengamat ekonomi melihat situasi yang terjadi dapat membawa Jepang ke dalam krisis mengingat situasi ekonomi global dan juga rencana aksi gabungan sejumlah bank sentral utama dunia, termasuk Federal Reserve AS yang akan menyuntikan dana mengatasi pasar keuangan dunia yang kini goyah. DPJ sendiri menuding pemerintah masih saja melanjutkan praktek "Amakudari", yakni menempatkan mantan birokrat di lembaga-lembaga semi pemerintah lainnya ataupun BUMN, sehingga akan merusak independensi bank sentral Jepang yang selama ini terkenal kuat. Namun pemerintah membantah argumen tersebut dengan mengatakan bahwa Muto adalah orang yang tepat dan kuat dalam bidang moneter serta kebijakan fiskal. Inipun dibantah lagi oleh oposisi bahwa kedua bidang itu justru semestinya terpisah. Yomiuri yang beroplah di atas 14 juta itu menyebutkan bahwa DPJ bertanggungjawab sepenuhnya atas persoalan yang dibuatnya itu. Argumen yang dikemukakan DPJ juga sangat lemah. "Sejak direvisinya UU Bank Sentral Jepang, independensi BOJ justru semakin kuat. Lagipula Muto sudah menjadi bagian dari (kemandirian ) bank sentral Jepang sejak lima tahun lalu," demikian Yomiuri.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008