Jakarta (ANTARA News) - Para hedge fund cenderung menginvestasikan dananya di pasar komoditi ketimbang kembali masuk ke pasar domestik, setelah bank sentral AS (The Fed) menurunkan suku bunganya sebesar 75 basis poin menjadi 2,2 5 persen. "Di pasar komoditi itu dana lindung (hedge fund) aktif menempatkan dananya, karena memberikan 'gain' yang lebih besar dalam waktu yang cepat, apalagi harga minyak mentah dunia diperkirakan akan bisa mencapai angka 125 dolar AS per barel," kata pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, Rabu. Menurut dia, hedge fund masih belum tertarik untuk kembali masuk ke pasar Indonesia bermain di pasar uang maupun saham, bahkan sebagian kecil dana asing kembali keluar untuk ikut bermain di pasar komoditi itu. "Kami memperkirakan dalam jangka waktu lama investor asing akan masih bermain di pasar komoditi itu (minyak mentah dan emas), karena keuntungan yang diperoleh cukup besar," katanya. Jadi, lanjut dia, penurunan suku bunga Fed fund oleh The Fed sebesar 75 basis poin yang memicu selisih bunga rupiah terhadap dolar AS makin melebar belum mendorong mereka untuk kembali masuk pasar domestik. Apalagi pertumbuhan ekonomi di dalam negeri masih belum memberikan kepastian, akibat gejolak global yang mulai mempengaruhi pertumbuhan domestik, katanya. Indonesia, menurut dia, mulai merasakan dampak dari gejolak global, sehingga pemerintah harus benar-benar menempatkan target ekonomi sesuai dengan pasar. Target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan sebesar 6,4 persen diperkirakan akan sulit dicapai, karena pertumbuhan akan bisa tercapai hanya pada angka 6 persen, ucapnya. Pemerintah, lanjut dia, juga harus merevisi kembali target inflasi yang telah disesuaikan pada 6,5 persen, karena laju inflasi cenderung makin meningkat, akibat kenaikan harga bahan pangan dan harga minyak. "Saya kira pemerintah akan merevisi kembali target-target ekonomi, karena berbagai gejolak global menimbulkan dampak yang negatif," ucapnya. Sementara itu Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib mengatakan, meski gejolak global cenderung negatif, target kredit perbankan pada 2008 diperkirakan akan dapat dicapai. Pertumbuhan kredit perbankan sudah mencapai di atas 24 persen lebih di atas target kredit tahun lalu yang mencapai 22 persen, katanya. Perbankan aktif menyalurkan kredit ke UMKM dan ke sektor infrastruktur seperti jalan tol, dan pembangkit listrik, baik melalui kerjasama sindikasi maupun independen, ujarnya. Ditanya mengenai BI Rate, ia mengatakan untuk turun kemungkinan sulit, karena inflasi cenderung masih tinggi, namun berpeluang untuk menguat. Meski dalam beberapa waktu ke depan, BI Rate masih bertahan, namun tekanan inflasi yang makin tinggi akan memicu BI untuk segera menaikkan suku bunga acuan itu, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2008