Banda Aceh (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah mengingatkan semua pihak agar mewaspadai potensi perselisihan guna mencegah terjadinya konflik dan kekerasan di tengah masyarakat.
"Saya berharap kita bersama-sama mencegah konflik dengan mewaspadai potensi perselisihan yang dapat terjadi setiap saat," kata Wakil Bupati Aceh Tengah, H Djauhar Ali, di Takengon, Rabu.
Dalam sebuah upacara adat perdamaian pihak-pihak yang tergabung dalam Ikatan Pekerja Terminal (IPT), ia menjelaskan masyarakat dataran "Tinggi Gayo" memiliki cara tersendiri dalam upaya menyelesaikan perselisihan antarpenduduk melalui adat "peusijuek (tepung tawari) sebagai khasanah budaya daerah ini.
Didampingi Kabag Humas Sektretariat Kabupaten Aceh Tengah, Windi Darsa, wakil bupati menambahkan bahwa masyarakat di daerah berhawa sejuk itu sangat menjunjung tinggi serta patuh pada nilai dan adat istiadat yang berlaku di wilayah ini.
"Saya umpamakan dalam bahasa Gayo terdapat kalimat `Si kol I kucaken, si kucak I osopen` yang artinya permasalahan yang besar dapat diperkecil dan masalah yang kecil sedapat mungkin dihapuskan," ujar Djauhar Ali.
Ia menyatakan falsafah "periuk dan sendok" yang selalu bergesekan satu sama lainnya hendaknya membuka semua mata hati manusia dalam menjalani kehidupan ini, sehingga gesekan kecil tidak membawa pada perselisihan, apalagi sampai terjadi konflik dalam masyarakat.
"Saya berharap semua pihak mengedepankan hati nurani dan jiwa yang besar dalam menyelesaikan setiap persoalan antarkita, sehingga tidak menjurus pada kehendak nafsu belaka yang dapat memicu bentrokan fisik," tambahnya.
Ia minta di masa-masa mendatang untuk menghindari berbagai insiden dan benturan sesama warga.
"Ketertiban dan kedamaian harus menjadi utama setiap warga. Suasana itu harus menjadi kebutuhan mendasar masyarakat, apalagi kita semua sedang meniti agar perdamaian di bumi Iskandar Muda pasca-MoU Helsinki bisa terwujud dengan baik," kata wakil bupati.(*)
Hampir 5thn kita merasakan indahnya perdamaian yg sudah barang tentu tdk ada lagi yg mau \"berperang\" apalagi mereka yg dulunya ada di gunung sudah hampir rata menikmati doble cabin. Tapi gimana yg hilang sampai hari ini blm juga kembali, tanpa ada yg mau mengulang sejarah semata_mata hanya untuk menemukan keberadaannya meski mungkin kembali ke gunung hanya untuk menemukan kuburan si anak hilang agar keluarga yg ditinggalkan tdk hidup dlm kecemasan atau haruskah keadilan kita serahkan saja kepada Penguasa Alam ini? Ironisnya anak istri blm juga ada santunan, padahal proposal dlm bentuk administrasi sudah masuk dlm database BRA. Sebetulnya bukan uang yg diharapkan dlm harga sebuah nyawa tapi janda &anak yatim perlu dikasihi seperti pesan Nabi. Mereka sama_sama berjuang tapi ternyata nyawa bukan ukuran kekompakan. Ironis, untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak.
00BalasLaporkanHapus
31 Maret 2009
Hampir 5thn kita merasakan indahnya perdamaian yg sudah barang tentu tdk ada lagi yg mau \"berperang\" apalagi mereka yg dulunya ada di gunung sudah hampir rata menikmati doble cabin. Tapi gimana yg hilang sampai hari ini blm juga kembali, tanpa ada yg mau mengulang sejarah semata_mata hanya untuk menemukan keberadaannya meski mungkin kembali ke gunung hanya untuk menemukan kuburan si anak hilang agar keluarga yg ditinggalkan tdk hidup dlm kecemasan atau haruskah keadilan kita serahkan saja kepada Penguasa Alam ini? Ironisnya anak istri blm juga ada santunan, padahal proposal dlm bentuk administrasi sudah masuk dlm database BRA. Sebetulnya bukan uang yg diharapkan dlm harga sebuah nyawa tapi janda &anak yatim perlu dikasihi seperti pesan Nabi. Mereka sama_sama berjuang tapi ternyata nyawa bukan ukuran kekompakan. Ironis, untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak.