Yogyakarta (ANTARA News) - Upacara tradisional Keraton Yogyakarta, `Gerebeg Maulud` di Alun-Alun Utara, Minggu, mendapat sambutan ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya, bahkan tiga dari empat `gunungan` (sesajian dari hasil bumi) langsung diserbu sebelum pembacaan doa selesai. Upacara `Gerebeg Maulud` diawali dengan keluarnya empat Gunungan, yakni Gunungan Lanang, Gunungan Wadon, Gunungan Gepak dan Gunungan Pawuhan dari Sitihinggil Keraton Yogyakarta. Gunungan tersebut dikawal tiga pleton prajurit keraton, yakni Pasukan Wirobrojo, Pasukan Daeng dan Pasukan Nyutro dengan Manggolo Yudho (pemimpin) Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Yudhoningrat. Selanjutnya keempat gunungan tersebut dibawa ke Masjid Gede Keraton Yogyakarta untuk didoakan oleh penghulu keraton. Namun belum sampai doa yang dibacakan selesai, tiga gunungan langsung diserbu ribuan warga yang telah menunggu sejak pagi di sekitar Alun-Alun Utara, sedangkan satu gunungan lagi yakni Gunungan Lanang dipersembahkan ke Puro Pakualaman. Upacara `Gerebeg Maulud` yang diselenggarakan setiap tanggal 12 bulan Maulud yang bertepatan dengan bulan Rabiul Awal dalam penanggalan Islam, merupakan puncak perayaan Sekaten yang diselenggarakan di Keraton Yogyakarta untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara Gerebeg Maulud ditandai dengan ditampilkannya `hajad dalem` atau sedekah berupa sesajian berbentuk tumpeng besar yang terbuat dari aneka bahan makanan, seperti beras ketan, telur, buah-buahan dan sayuran. Karena bentuknya menyerupai gunung, sesajian ini kemudian diberi nama Gunungan yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan kasultanan dan rakyat Yogyakarta. Sedekah Gunungan merupakan salah satu wujud sesajian selamatan yang secara khusus dibuat untuk disajikan dalam `wilujengan nagari` atau selamatan negara yang merupakan hajat utama dalam penyelenggaraan setiap upacara Gerebeg Maulud. Gunungan yang selalu ditampilkan dalam upacara ini merupakan salah satu bentuk ungkapan khas Jawa berkaitan dengan simbolisasi kesuburan serta kultur agraris berikut sifat-sifat magisnya. Sementara itu, Gunungan Lanang setelah selesai dibacakan doa langsung dipersembahkan ke Puro Pakualaman dengan prosesi kirab dari halaman Masjid Gede menuju Puro Pakualaman. Dalam kirab ini dikawal oleh pasukan gajah yang mengendarai empat ekor gajah, disusul Manggolo Yudho yang dipercayakan kepada BRMH Suryo Danardono bersama tiga pangeran Puro Pakualaman, yakni KRMT Roy Suryo Notodiprojo, RM Triatmojo Kusumo Indrarto dan RM Suryo Sri Bimantoro. Di barisan berikutnya diikuti pasukan Lombok Abang, kemudian pembawa Gunungan Lanang, utusan Keraton Yogyakarta dan Pangkir. Di Puro Pakualaman, Gunungan Lanang diterima oleh Sentono Dalem KRMT Winoto Projo. Setelah diserahkan oleh utusan Keraton Yogyakarta dan dibacakan doa, gunungan ini kemudian dibawa ke alun-alun Sewandanan Puro Pakualaman untuk diperebutkan masyarakat. Gunungan Lanang itu langsung diserbu ribuan warga yang telah memadati alun-alun Sewandanan. Ada kepercayaan di masyarakat bahwa mereka yang mendapatkan sesajian Gunungan ini akan memperoleh berkah dan kelancaran rezeki. Saat berlangsung pembacaan doa dalam upacara di Puro Pakualaman tersebut, salah satu pangeran yang menjadi Manggolo Yudho, yakni BRMH Suryo Danardono pingsan karena kelelahan.(*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008