Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertanian dan Balai Penelitian Veteriner Bogor saat ini tengah mengembangkan vaksin baru flu burung untuk unggas guna mengantisipasi adanya perubahan genetik pada virus flu burung yang menjangkiti unggas-unggas di sejumlah daerah. "Temuan Balitvet Bogor dan Deptan menunjukkan virus di beberapa daerah seperti Sukabumi, sebagian DKI Jakarta, Purwakarta, Subang dan Tangerang sudah berubah. Tingkat kematian unggas akibat flu burung di daerah itu juga menurun hingga 15-20 persen," kata Direktur Kesehatan Hewan Departemen Pertanian Musni Suatmojo di Jakarta, Senin. Ia menjelaskan, perubahan strain virus H5N1 itu dapat menyebabkan vaksin flu burung untuk unggas yang ada sekarang tidak lagi efektif melindungi unggas dari infeksi sehingga kemungkinan penularan virus dari unggas ke manusia meningkat. "Vaksin berbasis virus H5N1, H5N2 dan H5N9 yang selama ini umum digunakan kemungkinan tidak lagi efektif jika digunakan di daerah-daerah tersebut. Untuk itu perlu dikembangkan vaksin homolog dari strain virus yang telah berubah itu. Sekarang sedang dikembangkan," katanya serta menambahkan vaksin yang paling efektif adalah vaksin yang dibuat dari virus yang ada di lapangan. Musni mengatakan, saat ini pihaknya sedang membuat peta genetik dari strain virus H5N1 yang berjangkit di Indonesia yang nantinya akan menjadi materi dasar dalam pengembangan virus flu burung untuk unggas yang baru. "Akhir bulan ini diperkirakan sudah selesai. Dari peta itu nanti akan ditentukan mana yang akan dijadikan seed virus untuk pembuatan vaksin yang baru," jelasnya. Vaksin baru itu, menurut dia, nantinya akan digunakan dalam kegiatan vaksinasi unggas di daerah-daerah dimana mutasi virus H5N1 sudah ditemukan. Berkenaan dengan hal itu sebelumnya Kepala Bidang Kesehatan Hewan FAO, Joseph Domenech mengingatkan bahwa saat ini situasi penularan flu burung pada unggas di Indonesia sudah mencapai titik kritis. Menurut dia, sirkulasi virus Avian Influenza pada populasi unggas di Indonesia saat ini sangat tinggi dan hal itu dikhawatirkan dapat memicu mutasi yang mengarah pada pandemi influenza. Infeksi Avian influenza pada unggas pertama kali dilaporkan terjadi tahun 2003, dengan cepat menyebar dan saat ini telah terjadi di 31 dari 33 provinsi di Indonesia, menjadi endemi di Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi Selatan. Penularan flu burung dari unggas ke manusia juga masih terus terjadi. Menurut data Departemen Kesehatan saat ini jumlah kumulatif kasus flu burung pada manusia sebanyak 129 kasus dan 105 kasus diantaranya berakibat kematian. Kondisi itu dikhawatirkan semakin memburuk karena, menurut Domenech, strain virus H5N1 baru yang baru-baru ini muncul mungkin menyebabkan vaksin yang ada sekarang tidak bisa sepenuhnya melindungi unggas sehingga kemungkinan penularan virus dari unggas ke manusia meningkat. Ketua Pelaksana Harian Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI) Bayu Krisnamurthi menjelaskan pula bahwa saat ini ada kelompok virus H5N1 baru yang dideteksi selain kelompok virus H5N1 pada unggas yang selama ini telah dideteksi. Selama ini, ia melanjutkan, ada tiga kelompok virus H5N1 pada unggas yang berhasil dideteksi yakni kelompok A yang menyebar di Jawa, Bali dan Sulawesi; kelompok B yang menyebar di Jawa, Bali, NTB dan NTT serta kelompok C yang menyebar di Jawa, Bali dan Sumatera. "Penelitian yang dilakukan Deptan dan IPB menunjukkan kemungkinan adanya kelompok lain, yakni D,E dan F, sebarannya saat ini masih diteliti, demikian juga dengan tingkat keganasannya. Kita belum tahu apakah ini lebih ganas dari virus yang ada sebelumnya," demikian Bayu Krisnamurthi. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008