Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Badan Pekerja Pusat Front Persatuan Nasional (BPP-FPN) KH Agus Miftach mengatakan, gerakan transnasional yang mengusung ideologi "asing" di Indonesia masih bisa ditolelir, sepanjang tidak bertentangan ideologi negara Pancasila dan konstitusi UUD 1945 serta otoritas negara. Dalam sambutan tertulis pada Dialog Kebangsaan "Sikap Negara terhadap Gerakan Transnasional" di Jakarta, kemarin, Agus mengatakan, jika gerakan transnasional itu sudah sampai pada tahap ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi teokrasi sektarian, mengubah bentuk negara kebangsaan menjadi negara agama dari sekte tertentu, maka tidak dapat ditolerir lagi. "Karena itu berarti pengkhianatan terhadap negara Republik Indonesia," katanya. Menurut mantan ketua harian Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu, ditinjau dari segi kemampuan intelektual, ideologi teokrasi sektarian yang ditawarkan gerakan transnasional justru sangat tradisional, "utopis-dogmatis" dengan proses politik mundur kebelakang ke zaman pra-modernis monarkhi atau kearah dogma nihilis tentang pemimpin penyelamat di akhir zaman. "Daya tarik ideologi asing ini lemah, namun manipulasi simbol-simbol agama dapat menyentuh emosi umat tradisional kepada harapan-harapan transenden yang khayali yang dapat melahirkan spirit perlawanan dogmatis yang nihilis. Peluangnya justru timbul jika pemerintah tidak berhasil dalam kebijakan sektor pembangunan ekonomi yang melemahkan posisi rakyat, dengan terus meningkatnya jumlah pengangguran dan penduduk miskin," katanya. Di pihak lain liberalisasi politik dan ekonomi tanpa kontrol negara dengan perilaku bisnis perusahaan transnasional yang kuat dan semata-mata "profit oriented" akan dapat mengantarkan bangsa kepada disorientasi sosial yang bersifat pragmatis-hedonis tanpa idealisme kebangsaan. "Ini bahkan akan dapat mengakibatkan rakyat mengalami dislokasi dan disorientasi ditengah nilai-nilai materialisme dan konsumerisme liberal yang menyerbu pedesaan dan mengikis nilai-nilai tradisional yang sakral. Tiba-tiba rakyat dihadapkan pada pilihan-piilhan pragmatis dalam mekanisme ekonomi liberal yang tak lagi melibatkan budaya lokal. Inilah proses sekularisasi kehidupan ekonomi yang faktanya tak berpihak pada rakyat," kata Agus menambahkan. Dia menegaskan, gerakan transnasional di ranah ekonomi tidak kalah bahayanya dengan gerakan transnasional di ranah politik. "Jika di ranah politik gerakan transnasional dapat menghancurkan ideologi, di ranah ekonomi gerakan transnasional dapat menghancurkan ideologi dan struktur ekonomi negara dan dapat memiskinkan rakyat Indonesia," ujarnya. Agus berpendapat, di tengah momentum HUT ke-100 Kebangkitan Nasional, bangsa Indonesia perlu menelaah kembali kebijakan politik dan ekonomi nasional yang cenderung mengalami disorientasi dan dislokasi akibat penetrasi liberalitas politik dan ekonomi global yang masuk secara agresif tanpa proteksi dan filter. "Demokrasi tetap perlu, karena merupakan bagian dari tujuan nasional tetapi harus bersifat akulturatif sehingga tetap komplementer dengan nilai-nilai tradisional kebangsaan. Modernisasi tidak perlu menghilangkan nilai-nilai tradisional kebangsaan, karena sesungguhnya tanpa nilai-nilai tradisional kebangsaan kita justru akan kehilangan sebuah bangsa," demikian Agus Miftach.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008