Padang (ANTARA News) - Naiknya harga beras di pasar dunia yang menyentuh 700 dolar AS per tonnya diharapkan menguntungkan petani yang selama ini tingkat kesejahteraannya tergolong minim akibat naiknya harga pupuk pada tingkat pengecer dan dan panjangnya distribusi penjualan beras hingga sampai ke masyarakat. "Naiknya harga beras tersebut diharapkan bisa menguntungkan petani yang selama ini tidak terlalu menikmati hasil panennya akibat tingginya harga pupuk dan panjangnya alur distribusi penjualan beras yang kebanyakan hanya dinikmati pedagang pengumpul saja," kata Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani (HKTI) Sumbar, Hendra Irwan Rahim, di Padang, Selasa. Menurut Hendra, naiknya harga beras dunia itu, akan berdampak positif terhadap petani yakni bisa meningkatkan pendapatannya. "Petani akan menikmati keuntungan maksimal dengan naiknya harga beras itu," katanya, dengan syarat alur distribusi beras tersebut tidak terlalu panjang sehingga keuntungan petani menjadi berkurang. Kecenderungan selama ini, adalah tingkat distribusi beras dari petani hingga pembeli cukup panjang sehingga penghasilan diterima petani tidak besar. "Jadi meskipun harga beras itu naik, namun tingkat kesejahteraan petani masih tergolong rendah," katanya. Selain, itu, tambahnya selama ini kesejahteraan petani tergolong minim karena harga pupuk yang melonjak tinggi, serta minimnya lahan yang dimiliki sehingga hasil panen juga sedikit. "Rata-rata kepemilikian lahan petani hanya sekitar 0,5 hingga 1 hektar masing-masing petani," katanya. Terkait hal tersebut, guna mengoptimalkan hasil panen tersebut, diharapkan pemerintah lebih melakukan intensifikasi lahan sehingga hasil panen bisa menjadi lebih bagus dan mencukupi kebutuhan di daerah itu. Khusus pupuk, dia berharap agar penyaluran pupuk bersubsidi yang selama ini ada indikasi diselewengkan agar ditangani oleh kepala daerah setempat. "Jangan ada lagi distributor. Serahkan ke dinas pertanian saja, karena merekalah yang paling tahu petani yang paling membutuhkan pupuk bersubsidi itu," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008