Lhasa (ANTARA News) - Meskipun sebagian media Barat dengan keras menuduh China "melakukan penindasan keras" atas "pemrotes damai" di Tibet, beberapa orang asing di sana tak sependapat. "Banyak laporan tidak akurat," kata Tony Gleason, Direktur Lapangan Dana Pengentasan Orang Miskin Tibet (TPAF), satu organisasi Amerika yang membantu orang miskin Tibet melalui pelatihan ketrampilan dan sedikit uang. Gleason, yang membuka internet di hotelnya, melihat berita media Barat mengenai peristiwa di Tibet. Dalam beberapa laporan, kerusuhan itu digambarkan sebagai "damai" dan pengunjukrasa "yang tak bersenjata" ditindas oleh pemerintah China. "Laporan tersebut sama sekali tidak damai," kata Gleason dikutip kantor berita Xinhua. Ia mengenang bahwa ia sedang makan malam di Snowland Restaurant bersama istrinya dan putri mereka, yang berusia satu tahun, pada 14 Maret --ketika banyak pemrotes melemparkan batu-bata dan batu koral seukuran kepalan tangan ke arah mobil di jalan itu. "Saya melihat asap hitam dari pusat kota, dan ada asap lagi di beberapa tempat lain," katanya di Gajilin Hotel, tempat ia menginap dan bekerja. "Saya tak pernah melihat polisi menembak pemrotes," katanya. Ursula Rechbach, dari Slovenia, telah bekerja selama delapan tahun untuk Proyek Penguatan Obat Tradisional Tibet. Perempuan itu, yang berusia 50-an tahun, mengatakan ia sedang makan siang bersama rekannya pada 14 Maret, ketika kerusuhan meletus. Rekannya, orang Tibet, segera menemani dia ke hotel tempatnya menginap. "Kami hampir tak bisa sampai," kata Ursula mengenai hari yang mengerikan tersebut. Ditambahkannya, ia melihat dari atap hotal pemuda yang hampir berusia 20 tahun memegang tongkat panjang dan batu di tangan mereka, berteriak, membalikkan mobil, membakar mobil dan merusak serta menjarah toko. Ia belakangan berbicara dengan beberapa orang asing lain di Tibet. Berdasarkan apa yang telah mereka saksikan, mereka sependapat bahwa kerusuhan tersebut pasti telah direncanakan. "Itu semua tak mungkin terjadi secara tiba-tiba. Itu mungkin (terjadi) di satu tempat, jika tak direncanakan. Itu pasti telah dirancang, setidaknya disiapkan," katanya. Ketika mengomentari laporan beberapa media Barat yang menuduh China "membantai orang Tibet" dalam "protes damai" mereka, Ursula mengatakan, "Anda dapat membuat berita agar laku dijual, tapi bagaimana anda dapat menuduh seseorang kalau anda tak ada di sana." Guzman Escardo, yang bekerja untuk Perhimpunan Solidaritas Internasional di Asia (ASIA), mengatakan polisi setempat telah bertindak sangat sopan, bertolak-belakang dengan apa yang diasumsikan oleh media Barat. "Polisi di jalan sangat baik dan sopan. Mereka selalu tersenyum kepada saya," katanya. Escardo mengatakan ia menyaksikan saluran sembil China Central Television (CCTV) dan TV Spanyol untuk melihat apa yang terjadi. "Pemerintah lokal sering menghubungi kami untuk meyakinkan saya selamat. Mereka sangat memperhatikan saya," katanya. "Saya merasa aman di hotel." Selain orang asing di Tibet, puluhan ribu warganegara China telah mengecam sejumlah media Barat karena menyelewengkan fakta dalam meliput kerusuhan di Lhasa. Menurut warganegara itu, harian Jerman Berlin Morningpost menyiarkan gambar di laman webnya yang memperlihatkan polisi di Lhasa menyelamatkan seorang pemuda dari suku Han yang diserang oleh perusuh. Namun teksnya berbunyi "perusuh dibawa oleh polisi". Dalam kasus serupa, N-TV --yang berpusat di Jerman-- dituduh menggunakan tayangan TV yang memperlihatkan polisi bersama beberapa pemrotes yang ditangkap dalam satu laporan mengenai kerusuhan di Tibet. Gambar tersebut telah diambil di Nepal, dan polisinya berkebangsaan Nepal. N-TV menyatakan pada 23 Maret bahwa stasiun televisi itu akan memeriksa kebenaran tayangannya, setelah stasiun televisi Jerman RTL pada hari yang sama menyatakan stasiun televisi tersebut "menyesalkan adanya kekeliruan" dalam peliputan kerusuhan di Lhasa. RTL TV mengakui bahwa stasiun itu telah melaporkan kerusuhan tersebut dengan gambar yang diambil pada 17 Maret di ibukota Nepal, Kathmandu, tempat personil pasukan keamanan Nepal menghadapi demonstran dengan menggunakan tongkat pemukul.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008