Denpasar (ANTARA News) - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof Dr dr K. Tuti Parwati Merati menegaskan, cara penularan virus HIV/AIDS yang menonjol di enam propinsi di Indonesia antara satu daerah dengan yang lainnya sangat berbeda. Keenam propinsi yang kasus HIV/AIDS menonjol di Indonesia meliputi Papua, DKI Jaya, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Bali dan Jawa Timur, kata Prof Tuti Parwati pada pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap dalam bidang ilmu penyakit dalam FK Unud pada senat terbuka di Kampus Unud bukit Jimbaran Sabtu. Ia mengatakan, estimasi orang dengan HIV/AIDS (Odha) di Indonesia menurut WHO hingga akhir 2007 tercatat 175.000 orang. Sementara penderita positif 17.207 orang terdiri atas HIV positif 6.066 orang dan AIDS 11.141 orang. Tuti Parwati yang menangani kasus HIV/AIDS pertama di Indonesia yang menimpa warga negara Belanda di RSUP Sanglah Denpasar tahun 1987 menambahkan, Bali yang menempati urutan kelima secara kumulatif tercatat 1.782 kasus. Faktor resiko utama penularan HIV/AIDS terdapat perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Untuk Papua misalnya hampir seluruh penularan melalui hubungan seksual heteroseks. Demikian pula di Propinsi Riau, namun untuk DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali penularan melalui jarum suntik pengguna narkoba maupun melalui seksual heteroseks. Tuti Parwati yang juga Kepala Divisi Penyakit Tropis dan Infeksi FK Unud/RSUP Sanglah menambahkan, odha pengguna narkoba suntik di Bali jumlahnya berimbang antara laki-laki dan perempuan, yakni 613 berbanding 634 kasus. Sedangkan odha dengan perilaku homoseksual pria 107 kasus, wanita 441 orang, 120 orang diantaranya pekerja seks komersial (PSK). Lebih banyak odha wanita yang bukan PSK yang terjangkit virus HIV/AIDS. "Dari mana wanita-wanita itu tertular, kalau bukan dari pasangan/suaminya. Sebenarnya lebih banyak lagi kasus-kasus HIV/AIDS yang ada, namun tidak tercakup dalam laporan Dinas Kesehatan Bali," ujar Tuti Parwati yang aktif dalam kepengurusan Komisi Penanggulangan Aids Daerah (KPAD) Bali. Pecandu narkoba yang kebanyakan dari kalangan remaja dan usia dewasa muda mempunyai resiko tinggi tertular HIV/AIDS dan penyakit lain yang menular melalui darah antara lain hipatitis B dan C. Penyebab utama akibat kebiasaan memakai jarum suntik bersama saling bergantian tanpa disterilkan. Penelitian terhadap itu dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kerobokan tahun 2000 dengan hasil yang sangat mengagetkan. Penelitian tersebut menunjukkan 53 persen atau 35 orang dari 66 pecandu narkoba tertular HIV. Demikian pula di rumah sakit kecanduan obat (RSKO) Jakarta terjadi peningkatan dari 15 persen 1999 menjadi 40,8 persen tahun 2000 dan 47,9 persen 2001. Data di klinik metadon di Bali menunjukkan penderita HIV positif jumlahnya semakin menurun yakni tahun 2003 tercatat 70,7 persen, 2004 menjadi 60,6 persen berkurang lagi menjadi 58 persen tahun 2005. Klinik tersebut selain memberikan metadon harian kepada pecandu narkoba juga memberikan konseling perawatan, pengobatan dan pendampingan terhadap kliennya. Menurunnya prevalensi tersebut merupakan hasil intervensi dampingan para pecandu narkoba oleh klinik metadon. Hasil survei Dinas Kesehatan Propinsi Bali tahun 2007 menunjukkan prevalensi antara 30-63,7 persen pecandu narkoba yang dijangkau yayasan-yayasan lainnya, ujar Tuti Parwati. Dalam sidang senat terbuka yang dipimpin Rektor Unud Prof Dr dr Wayan Bakta dikukuhkan lima orang gurubesar. Empat orang lainnya masing-masing Prof Dr Ir I Wayan Windia (Fakultas Pertanian), Prof Kinog (Fakultas Teknik), Prof Cok Nindia (Fakultas Teknik) dan Prof Pastika (Fakultas Sastra). (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008