Brisbane (ANTARA News) - Pemerintah Australia mengutuk film "Fitna" karya anggota parlemen Belanda, Geert Wilders, yang menista kitab suci Al Qur`an, dan Australia menganggap Wilders telah menyalahgunakan kebebasan berpendapatnya. Menteri Luar Negeri Stephen Smith dalam pernyataan persnya, Senin, mengatakan, Australia menghormati kebebasan berbicara dan berpendapat namun kebebasan itu juga harus tanggungjawab. Menlu Smith mengatakan, kebebasan berbicara dan berpendapat tersebut tidak membuat seseorang, terlebih lagi seorang anggota parlemen, dapat menyalahgunakan hak tersebut untuk menyulut kekerasan agama dan ras maupun kebencian. "Saya sangat mendukung dan menyambut baik pandangan perdana menteri Belanda maupun Sekjen PBB (mengenai kasus film `Fitna` karya Geert Wilders-red.)," katanya. Jumat pekan lalu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon telah mengeluarkan pernyataannya yang mengecam pemutaran film anti-Islam karya anggota Parlemen Belanda, Geert Wilders, itu. "Saya mengecam keras pemutaran film yang menyerang Islam tersebut. Ucapan-ucapan yang menimbulkan kebencian dan hasutan untuk melakukan kekerasan tidak bisa diterima," katanya. Ban Ki-moon mengimbau mereka yang tersinggung karena film itu, untuk tenang. Sementara itu, bagaimana sepatutnya umat Islam bereaksi terhadap penyebaran film yang menista kitab suci Al-Qur`an ini, Cendekiawan Muslim Indonesia di Australia, Nadirsyah Hosen, mengatakan, cara-cara kekerasan sama sekali bukan jalan keluar yang baik. Sebaliknya, reaksi umat yang lebih efektif adalah dengan cara membuat film-film berdurasi pendek yang memaparkan fakta sejarah tentang kehidupan yang harmonis dan damai antara para tokoh dan masyarakat Islam dengan tokoh-tokoh dan masyarakat non-Muslim di Indonesia, di Barat dan di tempat-tempat lainnya, katanya. Dunia Islam kaya akan "sumber bahan" pembuatan film dokumenter bertema harmoni dan kedamaian antarumat beragama seperti itu, katanya, kepada ANTARA seusai ia mengisi pengajian bulanan Masyarakat Muslim Indonesia di Brisbane (IISB), Sabtu. Bangsa Indonesia sendiri memiliki begitu banyak sutradara film yang mumpuni untuk mendukung pembuatan film-film dokumenter yang menarik semacam ini untuk secara tidak langsung "menjawab" film "Fitna", kata Nadirsyah Hosen. Sutradara muda, Hanung Bramantyo, adalah salah seorang sineas Indonesia yang mampu membuat film-film berdurasi pendek yang bagus dan dapat mengimbangi film-film semacam "Fitna" karena dia telah pun membuktikan kemampuannya dalam Film "Ayat-Ayat Cinta". Dalam khasanah sejarah dunia dapat ditemukan rekam jejak kehidupan umat Islam yang harmoni dengan masyarakat non-Muslim. Bahkan, ketika orang-orang Yahudi diusir dari Spanyol dulu, mereka justru ditampung oleh Sultan Turki, katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008