Tulungagung (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid lebih tertarik mengkritik pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) daripada membicarakan konflik yang terjadi di tubuh partainya sendiri. Dalam acara pengajian Majelis Silaturahim Ulama-Rakyat (Masura) di Tulungagung, Jawa Timur, Minggu, putri kandung Ketua Dewan Syura DPP PKB Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu banyak melontarkan kritikan terhadap pemerintahan saat ini. "Para pemimpin yang berkuasa saat ini tidak peduli dengan penderitaan masyarakat. Salah satu contohnya, saat ini harga minyak goreng mahal, padahal kita ini produsen terbesar kelapa sawit di dunia. Pemerintah membiarkan ekspor kelapa sawit karena memang harga di pasaran dunia sedang tinggi, tapi yang menjadi korban adalah rakyat kita sendiri," katanya dalam acara pengajian yang merupakan puncak dari Muskerwil DPW PKB Jatim itu. Sejak harga minyak goreng masih Rp9.000 per liter, dia sudah mengingatkan kepada pemerintah agar membatasi ekspor kelapa sawit untuk menekan kenaikan harga minyak goreng di pasaran. Yang lebih menyedihkan lagi, lanjut dia, tidak ada langkah tegas dari pemerintah untuk mengawasi tindakan para spekulan yang mengendalikan harga minyak goreng curah di pasar-pasar tradisional. "Padahal upaya spekulan itu sama halnya dengan memaksa rakyat kecil membeli minyak goreng di pasar dengan harga barang-barang kelas supermarket," katanya. Dalam kesempatan itu, dia juga mengungkapkan pengalamannya bertemu dengan delapan pengusaha asing yang menanamkan modalnya di Indonesia hingga mencapai dua miliar dolar AS lebih. "Saya datang sendiri atas undangan mereka untuk mendengarkan pendapat saya mengenai situasi ekonomi di Indonesia saat ini. Saya katakan kepada mereka, kalau pemerintah Indonesia sedang dalam kondisi tertekan, sedangkan rakyat kepayahan, bahkan bernafas saja sulit karena kebutuhan pokok mahal," katanya. Lalu menurut Yenni, kedelapan pengusaha asing itu mengatakan, mengapa pemerintah tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) karena saat ini harga minyak dunia sedang tinggi. "Saya tegaskan lagi kepada mereka, kalau anda merekomendasikan pemerintah untuk menaikkan harga BBM, maka saya dan partai ini sebagai kelompok pertama yang akan menolak kebijakan itu," katanya disambut sorak-sorai ribuan kader PKB yang memadati gedung Okabawes Tulungagung. Oleh sebab itu, dia mengajak kader dan simpatisan PKB untuk tetap bersatu-padu melakukan perubahan agar negara ini kelak bisa keluar dari impitan ekonomi dan terhindari dari krisis seperti yang pernah terjadi pada 1997 lalu. "Berbeda ketika Gus Dur jadi presiden dulu, rakyat bisa beli barang kebutuhan dengan harga murah. Bahkan soal kedelai, dulu Gus Dur tidak mau mengimpor dari pihak ketiga, sekarang zamannya sudah berbeda," kata mantan salah satu penasehat Presiden Yudhoyono itu membanding-bandingkan. Sayangnya di saat lantang mengkritik pemerintah itu, Yenni Wahid menolak memberikan jawaban kepada wartawan saat ditanya mengenai konflik yang terjadi di tubuh PKB, termasuk perseteruannya dengan Ketua Umum (non aktif) DPP PKB Muhaimin Iskandar yang masih saudara sepupunya sendiri itu. "Gus Dur telah menunjuk Pak Ali Masykur untuk bicara soal PKB, saya nggak boleh bicara soal PKB oleh Gus Dur. Jadi, maaf saya puasa bicara soal PKB," katanya dengan nada tinggi sambil meninggalkan tempat acara. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008