Kuala Lumpur (ANTARA News) - Satu dari dua TKI yang meninggal akibat disayat lehernya, di sebuah perkebunan karet, Pantai Kuala Klawang, Negeri Sembilan, Kamis, bernama Mawardi seorang warga Lombok Tengah, provinsi NTB. "Namanya Mawardi dari Lombok Tengah. Kemungkinan besar dua TKI lainnya biasanya dari daerah yang sama," kata Yanto, staf KBRI Kuala Lumpur yang biasa menangani pemulangan jenasah ke Indonesia, Jumat malam. Ia menerima nama itu dari mitra KBRI, sebuah perusahaan kargo, yang biasa membawa jenasah atau mayat ke Indonesia. Dua nama TKI lainnya masih belum dikeluarkan oleh polisi. Tiga TKI diayat lehernya dalam keadaan hidup-hidup di sebuah perkebunan karet, Pantai Kuala Klawang, Negeri Sembilan, Kamis, mayatnya ditemukan oleh polisi setempat, tapi satu orang ternyata masih hidup. Kepala polisi bagian kriminal Negeri Sembilan, Huzir Mohamed mengatakan, ketika mayatnya ditemukan sudah dalam kondisi mati 24 jam lalu, sedangkan TKI yang masih hidup kini sedang dirawat di rumah sakit Seremban, demikian mengutip harian Kosmo, Jumat. Menurut dia, berdasarkan temuan di lapangan, ketiga korban ditemukan dalam keadaan tangan dan kaki terikat. Mereka tidak ada tanda-tanda terjadi perkelahian. Berkat bantuan anjing pelacak, polisi juga telah menemukan sebilah parang dan beberapa benda tajam, tapi masih enggan memastikan bahwa senjata tajam itu digunakan untuk menyayat tiga pekerja Indonesia itu. "Memang ada beberapa orang yang sudah dimintai keterangan, tapi saya belum bisa dikatakan pelakunya. Kami masih menyelidiki, siapa pelakunya dan motifnya. Kamu datang Senin sore lah, nanti saya kasih informasi terakhir," kata Huzir yang dihubungi langsung via telepon. Menurut informasi yang diterima, tiga korban adalah pekerja di perkebunan karet. Salah satu yang masih hidup sempat mengontak majikannya kemudian majikan menghubungi polisi. Kepala LSO (Liason Senior Official) polisi KBRI Kombes polisi, Setyo Wasisto, telah koordinasi dengan kepolisian di Seremban, Negeri Sembilan, untuk menengok TKI yang selamat di RS Seremban, Sabtu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008