Palu (ANTARA News) - Komandan Densus 88 Polda Sulawesi Tengah (Sulteng), Kompol Suryo Saputro, mengakui bahwa proses penangkapan tokoh spiritual Madi pada awal April lalu merupakan operasi yang sulit, karena kendala kondisi alam dan cuaca yang tidak mendukung. Lokasi persembunyian Madi dan pengikutnya, kata dia di Palu, Senin, berada di pegunungan Gawalise Palu. Ia menjelaskan, untuk melakukan penangkapan, aparatnya disertai personel dari Reserse dan Kriminal terlebih dahulu melakukan pengintaian selama sekitar sepekan. Itu pun harus berjalan kaki berjam-jam. "Waktu penyergapan pun baru bisa dilakukan pada sore menjelang Maghrib, sehingga situasi saat itu sangat gelap," kata dia. Kompol Suryo juga mengatakan, pihaknya sebenarnya bertujuan menagkap Madi secara hidup-hidup. Namun karena yang bersangkutan melakukan perlawanan, sehingga aparat mengeluarkan beberapa butir peluru tajam dan akhirnya menghujam tubuh Madi sehingga yang bersangkutan tewas. Tewasnya Madi yang baru berusia 29 tahun itu, diduga akibat kehilangan banyak darah saat dievakuasi ke RSU Bhayangkara Palu. Lebih lanjut, Kompol Suryo mengatakan penangkapan Madi yang dilaporkan mengembangkan ajaran agama-adat kepada warga yang sudah menganut agama resmi ini sesuai prosedur penangkapan serta berdasarkan arahan pimpinan operasi. Aparat, menurut dia, sebelumnya sudah memerintahkan Madi untuk keluar dari pondok tempat persembunyian, tapi perintah ini tidak digubris. Selanjutnya, aparat ketika itu memberikan beberapa tembakan peringatan, namun Madi tetap tidak mengindahkannya. "Beberapa saat kemudian Madi keluar dari pondok persembunyiannya dengan membawa parang hendak menyerang petugas, dan karena merasa terancam petugas akhirnya menembak kaki dan bahu," katanya sekaligus menanggapi pernyataan sejumlah aktivis LSM di Palu dan ramai dipublikasikan sejumlah media massa beberapa hari lalu soal adanya dugaan pelanggaran HAM dalam kasus penangkapan Madi. Tapi, lanjut Suryo, "(setelah terkena tembakan pertama) Madi ketika itu masih bisa bangkit melawan, sehingga beberapa tembakan mengenai perut dan membuat yang bersangkutan terkapar dan akhirnya meninggal dunia". Sementara itu, Direskrim Polda Sulteng Kombes Armensyah Thai, meminta warga Sulteng untuk tidak terpancing dengan isu miring yang beredar di tengah masyarakat yang terkait dengan penangkapan Madi yang berujung pada kematian. "Penangkapan Madi sudah sesuai prosedur, dan tidak benar bahwa setelah penangkapan terjadi penyiksaan yang berakibat pada kematian," katanya. Pasca penangkapan, situasi di Dusun Salena, Kelurahan Buluri, Palu Barat--merupakan lokasi persembunyian Madi--dalam kondisi normal. "Masyarakat juga sudah beraktivitas seperti biasa, padahal sebelumnya mereka resah karena ketakutan dengan ancaman pemekasaan dari Madi kalau untuk mengikuti ajarannya," lanjut Armensyah. Madi sebelumnya dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) polisi, karena dia bersama puluhan pengikutnya pada 25 Oktober 2005 menyerang sejumlah personel polisi saat yang bersangkutan hendak ditangkap sekaitan adanya laporan mengenai penyebaran ajaran sesat yang dilakukannya kepada warga sekitar. Saat penangkapan pertama kali itu, Madi bersama pengikutnya sedang melakukan upacara/ritual adat sekaitan melaksanakan ajaran Agama-Adat yang dikembangkannya. Aksi penyerangan Madi beserta pengikutnya itu mengakibatkan AKP Imam Dwi Herianto (Kasat Intelkam Polresta Palu), AKP Fuadi Chalis (Kasat Samapta Polresta Palu), dan Briptu Arwan (anggota Polsek Palu Barat) tewas mengenaskan. Di lokasi kejadian tersebut, polisi juga menemukan jenazah seorang warga sipil yang diduga pengikut Madi. Jenazah ini ditempatkan di atas balai-balai dusun yang dihuni warga eks-masyarakat terasing itu. Madi sendiri ketika hendak ditangkap pertama kali itu berhasil lolos, namun dikhabarkan sempat terkena tembakan di bagian kaki sebelum melarikan diri ke dalam hutan. Madi sendiri sebelum tewas dan menjadi buruan polisi, karena adanya laporan masyarakat warga Salena kalau dia--dalam mengembangkan ajaran Agama-Adat--melarang pengikutnya yang memeluk agama Islam untuk sholat dan puasa serta melarang yang Nasrani untuk pergi ke Gereja. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008