Surabaya (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI meminta pemerintah untuk mensubsidi elpiji kemasan 50 kilogram selama program konversi minyak tanah ke gas dinyatakan selesai, sehingga tidak terjadi kelangkaan elpiji kemasan 12 kilogram yang diburu masyarakat karena selisih harga. Usulan tersebut disampaikan anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PAN, Muhammad Najib saat dengar pendapat dengan General Manager Pemasaran BBM Retail Region V PT Pertamina, Maulanatazi, di Surabaya, Rabu. "Pemerintah perlu sedikit longgar dalam kebijakan konversi, saat ini situasi belum normal, kalau sudah normal subsidi elpiji 50 Kilo bisa dikurangi," katanya. Menurut mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Jatim tersebut, persiapan pemerintah dalam program konversi belum baik, namun pelaksanaan program konversi minyak tanah ke elpiji di Jatim lebih baik dari Jakarta. Sebelumnya General Manager Pemasaran BBM Retail Region V PT Pertamina, Maulanatazi memberikan penjelasan kalau antrean elpiji disebabkan disparitas harga antara tabung 50 Kg dan 12 Kg. Elpiji 50 Kg harganya Rp7.932 per Kg, sedangkan elpiji tabung 12 Kg Rp4.200 per Kg. "Konsumen 50 Kg khususnya industri, hotel, dan restauran beralih ke elpiji 12 Kilo," katanya. Maulanatazi mengatakan pihaknya telah melakukan pemulihan antrean elpiji dan lonjakan harga di tingkat pengecer dengan meningkatkan suplai sampai 10 persen dan menambah pasokan di outlet-outlet yang semula hanya penyangga seperti SPBU dan Indomaret dengan harga yang ditentukan Pertamina. "Berdasarkan SK Direktur Pemasaran dan Niaga pembeli 50 Kg juga mendapatkan potongan insentif sehingga harga di agen menjadi Rp6.803,53 Kilo," katanya. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Sutan Bhatoegana selaku ketua tim menilai usulan Muhammad Najib menarik. "Kami akan usulkan gagasan ini agar orang tidak lari dari elpiji 50 Kilo ke 12 Kilo sehingga program konversi sukses," katanya. Sutan mengatakan pihaknya akan membawa usulan tersebut dalam rapat pleno selanjutnya kalau disetujui anggota komisi akan disampaikan saat dengar pendapat dengan Pertamina Pusat. Selain itu, politisi Partai Demokrat ini berpendapat yang terpenting saat ini adalah melakukan sosialisasi karena warga mendapatkan tabung tiga kilogram namun tidak pernah dipakai karena takut meledak, padahal waktu orang pertama kali memakai kompor dulu juga banyak yang meledak. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008