Jakarta (ANTARA News) - Maqdir Ismail, pengacara Antony Zeidra Abidin dalam kasus aliran dana Bank Indonesia (BI), menyatakan penahanan kliennya itu beraroma politis. "Saya kira aroma politis itu ada, tercium kok," kata Maqdir di gedung KPK Jakarta, setelah penahanan Antony, Kamis malam. Magdir mencontohkan, adanya penyataan sejumlah pihak tertentu yang memojokkan kliennya adalah bentuk politisasi perkara tersebut. Namun demikian, dia menolak menyebutkan pihak yang dimaksud. "Anda tahu lah siapa," katanya. Maqdir mengaku kecewa atas penahanan kliennya karena selama ini Antony menegaskan tidak pernah menerima dana BI. "Selama ini beliau mengatakan beliau tidak pernah menerima uang," katanya. Menurut dia, kliennya berada di luar negeri pada hari yang diduga ada aliran uang ke sejumlah anggota DPR. Maqdir mengatakan, Antony berangkat ke Eropa pada 19 Juli 2003 untuk keperluan dinas bersama beberapa anggota Komisi IX. Hal itu sudah dicocokkan dengan catatan perjalanan pada paspor Antony. KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus aliran dana Bank Indonesia, yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya, mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin, dan anggota DPR Hamka Yandu. Kelima tersangka itu telah ditahan. Berdasar laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar. Oey menyerahkan dana YPPI sebesar Rp68,5 miliar kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengaku tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka. Sedangkan uang senilai Rp31,5 miliar diduga diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Aznar Ashari kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI. Pada pemeriksaan di KPK, mantan ketua sub panitia perbankan Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin, yang disebut menerima uang itu dari Rusli, membantah aliran dana tersebut. Sementara itu, Hamka Yandhu selalu bungkam kepada wartawan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008