Jakarta (ANTARA News) - Greenpeace meminta perusahaan-perusahaan multinasional, seperti Unilever, Wilmar, ADM, Kuok Group, IOI, Sime Darby, Sinar Mas dan lain-lain yang menggunakan kelapa sawit sebagai bahan baku industri, untuk lebih selektif menerima pasokan minyak sawit. "Greenpeace menyerukan industri pengguna utama minyak kelapa sawit berhenti membeli dari perusahaan-perusahaan pemasok sawit yang merusak hutan dan lahan gambut," kata Hapsoro, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, saat membeberkan laporannya bertajuk "Membakar Kalimantan," di Jakarta, Senin. Perusahaan-perusahaan tersebut, ujarnya, terbukti menjadi penyumbang perusakan hutan serta lahan gambut Indonesia dengan menerima pasokan kelapa sawit yang berasal dari pengalihan hutan alam di lahan gambut ke perkebunan sawit. Padahal, ia menilai, hutan lahan gambut Indonesia merupakan ekosistem terakhir di muka bumi yang merupakan cadangan karbon yang besar serta merupakan habitat orangutan, serta satwa langka lainnya. Ia mencontohkan, unilever membutuhkan 1,3 juta ton minyak kelapa sawit yang berasal dari Indonesia dan Malaysia, yang sebesar 20 persen tidak teridentifikasi pemasoknya dan dari mana mendapatkan pasokannya. Sejak tahun 1990, sebanyak 28 juta hektar hutan Indonesia seukuran sama dengan negara Ekuador telah dihancurkan. Data pada 2006 menunjukkan seluas enam juta hektar hutan dibuka untuk kelapa sawit dengan tingkat ekspansi seluas 350 ribu hektare per tahun. "Sungguh keterlaluan apabila hutan hujan kita terus dirusak demi produksi minyak kelapa sawit. Kami telah berkali-kali menyerukan pemerintah Indonesia untuk menyatakan moratorium guna menyelamatkan hutan dan lahan gambut tersisa dari penghancuran hanya demi sabun dan shampo," kata Hapsoro. Lahan gambut yang dalam di kawasan ini ketika dikeringkan dan kemudian dibakar dalam proses mempersiapkan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit menghasilkan karbon dioksida dalam jumlah yang besar. Kawasan lahan gambut ini bertanggung jawab atas empat persen emisi gas rumah

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008