Kupang (ANTARA News) - Pernyataan Australia soal tumpahan minyak mentah di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia tidak mengaancam lingkungan laut Indonesia dianggap tidak benar karena kontradiktif dengan kondisi di lapangan yang ditemukan nelayan tradisional Indonesia dan Australia.

"Nelayan kita (Indonesia) dan Australia yang biasa mencari ikan dan biota laut lainnya di Laut Timor, sekarang sudah sulit mendapatkan ikan di zona tersebut, karena adanya pencemaran minyak mentah (crude oil) tersebut," kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni di Kupang, Minggu.

Sebelumnya, Manager Hubungan Masyarakat Kedutaan Besar Australian di Jakarta, Toby Lendon mengatakan, tumpahan minyak mentah di ZEE Indonesia, tidak mengancam lingkungan laut.

"Australia telah mengambil langkah-langkah ekstensif untuk meminimalisasi dampak lingkungan dari tumpahan minyak akibat meledaknya ladang minyak Montara di Laut Timor beberapa waktu lalu," kata Lendon.

Namun Tanoni yang pemegang mandat hak ulayat masyarakat Timor, Rote Ndao, Sabu dan Alor, membantah pernyataan Lendon karena bertolakbelakang dengan realitas yang dialami nelayan tradisional Indonesia dan Australia yang menggantungkan hidup di Laut Timor.

"Akhir pekan lalu, saya bertemu dengan sejumlah nelayan Australia di Kupang. Mereka mengungkapkan sudah tidak terhitung lagi banyaknya ikan termasuk lumba-lumba yang mati akibat pencemaran tersebut. Ini sebuah fakta yang dialami oleh nelayan Australia sendiri," katanya.

Seorang nelayan tradisional asal Oesapa Kupang, Gab Oma (32) mengatakan, sebelum tumpahan minyak mentah di atas Laut Timor, mereka biasa membawa pulang ratusan ekor ikan kakap merah ke Kupang dari Laut Timor, terutama di ZEE Indonesia.

"Pekan lalu, kami hanya membawa pulang empat ekor ikan kakap merah dari Laut Timor. Kami melihat ribuan ikan mati di sana dan gumpalan minyak mentah berserakan di atas laut," ujarnya.

Tanoni yang mantan agen Imigrasi Kedubes Australia menilai, Lendon hanya membela pemerintahannya dan perusahaan minyak yang beroperasi di Laut Timor yang telah berbuat teledor itu.

"Kita harapkan pemerintah pusat dan daerah bersikap proaktif untuk segera melakukan penelitian atas pencemaran yang terus mengkhawatirkan itu," tegasnya.

Tanoni menganggap, langkah Australia menyemprotkan minyak licin (despersant) untuk menenggelamkan minyak mentah ke dasar laut, bukan jalan keluar yang baik karena mengancam kehidupan plankton dan terumbu karang di Laut Timor.

"Apa yang disebut Lendon bahwa pemerintahannya telah melakukan langkah-langkah antisipatif adalah sebuah ungkapan yang hanya menyenangkan hati Indonesia, karena bertolak belakang dengan realitas sesungguhnya di Laut Timor," ujar penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta" ini.

Ladang minyak Montara milik mantan PM Thailand Thakshin Shinawatra di 690 km barat Darwin, Australia Utara dan 250 km barat laut Truscott Australia, meledak pada 20 Agustus dan menumpahkan sekitar 500 ribu liter minyak mentah ke laut setiap hari dan telah mematikan ribuan ekor ikan di wilayah perairan itu.

Gumpalan minyak mentah juga ditemukan para nelayan Oesapa Kupang sepulang melaut, Rabu lalu, sekitar 20 mil dari Pantai Tablolong, Kupang Barat.

Personel marinir TNI-AL yang bertugas di pulau terluar ssekitar Pulau Rote Ndao, juga menemukan gumpalan minyak mentah itu di Desa Oesilo, Rote Ndao.

Tumpahan minyak mentah itu sudah mencapai wilayah perairan Indonesia dan mengancam budidaya rumput laut di pesisir Pulau Rote, Timor dan pulau-pulau sekitarnya yang telah menjadikan komoditi `emas hijau` itu sebagai sumber kehidupan mereka. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009