Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama Suryadharma Ali kembali mengingatkan umat Islam di tanah air untuk mewaspadai gerakan radikalisme atas nama kebebasan demokrasi dan HAM yang banyak muncul belakangan ini.

Gerakan tersebut kadang mendorong masyarakat untuk berpikir bebas berlebihan dan melanggar norma umum, katanya di hadapan peserta Muktamar XIV Pemuda Muhammadiyah, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Kamis.

Radikalisme mengatasnamakan kebebasan dan demokrasi yang menganggap diri dan kelompoknya sendiri yang paling benar dan orang lain salah, katanya.

Selama ini tudingan radikalisme hanya ditujukan pada kelompok muslim tertentu. Padahal, gerakan radikalisme juga tumbuh di berbagai agama lain. Bahkan, gerakan ini juga tumbuh di kelompok yang mengklaim diri pro kebebasan dan demokrasi.

Organisasi radikalisme kebebasan yang cenderung mendorong kebebasan mutlak ini jauh lebih sistematis tumbuhnya dibandingkan kelompok yang memperhatikan prinsip harmoni dan stabilitas. Mereka cenderung melanggar batas, jelas Menag.

Salah satu contoh adalah gerakan radikalisme kebebasan adalah adanya gugatan uji materi UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama. Pemohon uji materi menilai UU PPA diskriminatif karena hanya mengakui enam agama saja di Indonesia.

Mereka juga, kata Menag, beranggapan negara tidak boleh melarang adanya kelompok ajaran baru di Indonesia meski dinilai melecehkan agama lain.

Bila tidak diwaspadai, gerakan radikalisme kebebasan seperti bakal merusak karakter dan jati diri bangsa. Terlebih, masyarakat Indonesia dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai moral dan agama.

Undang-Undang No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama tidak melarang adanya agama baru di Indonesia.

Hal itu karena konstitusi menjamin hak kebebasan beragama bagi setiap warga negara. UU hanya melarang munculnya agama baru yang menodai atau melecehkan agama lain.

Dalam berbagai kasus, kata Suryadharma Ali, ada yang mengaku agama Islam tapi melecehkan agama Islam. 

Pemerintah, lanjut dia, selama ini tidak pernah melarang keberadaan ajaran keyakinan di Indonesia termasuk keyakinan baru. Negara hanya melarang keberadaan keyakinan baru yang melecehkan keyakinan penganut lain. 
(E001/A024)


Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010