Jakarta (ANTARA News) - Laos adalah salah satu negara anggota ASEAN yang mengalami perkembangan pesat di bidang pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya, meskipun terkendala letak negara yang terkepung daratan karena tak memiliki pelabuhan.

Negara tak memiliki laut itu berbatasan dengan Myanmar, Kamboja, China, Thailand dan Vietnam, dikenal memiliki sumber daya alam berupa kayu, kopi, listrik tenaga air, gipsum, timah, emas dan batu permata.

Laos bernama resmi Republik Demokrasi Rakyat Laos (Lao People`s Democratic Republic/ Lao PDR atau Sathanalat Passathipatay Passason Lao), dengan luas wilayah 236 800 km2 atau sedikit lebih besar dari Provinsi Kalimantan Timur.

Berpenduduk 6,834,942 juta jiwa (Juli 2009), sebagian besar warga menganut Budha di perkotaan, namun Islam dan Kristen mulai subur di kota-kota besar. Kini terdapat dua mesjid di ibu kota Vientiane.

Hari Nasional Laos jatuh pada 2 Desember 1975, menjadi anggota dari banyak forum regional dan internasional termasuk ASEAN, yang kini diketuai oleh Indonesia.

Laos mencatat GDP sebesar 6.032 miliar dolar AS pada 2009, dengan ekspor utama produk kayu, kopi, timah, perunggu dan emas. Sedangkan impornya didominasi peralatan mesin, kendaraan, bahan bakar, barang-barang konsumer.

PM Thongsing Thammavong

Perkembangan di dalam negeri Laos mengalami kejutan pada 23 Desember 2010 ketika PM Bouasone Bouphavanh mengundurkan diri dari jabatan.

"Perdana menteri kami mengumumkan untuk mundur dari jabatannya dari hari ini," kata juru bicara pemerintah Laos, Khenthong Nuanthasing, seperti dikutip media-media internasional pada 23 Desember tahun lalu.

Bouasone, yang menjabat perdana menteri untuk empat tahun dan masih menyisakan beberapa bulan lagi itu, kemudian digantikan oleh Thongsing Thammavong, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Partai Komunis yang mendominasi parlemen nasional.

Pengangkatan Thongsing disetujui secara aklamasi oleh 101 anggota parlemen yang hadir dalam pemungutan suara.

Thongsing Thammavong adalah Perdana Menteri keenam Laos. Dia dilahirkan pada 12 April 1944 di Desa Xoneneua, Kabupaten Viengthong, provinsi Huaphan.

Kini Thongsing menetap di desa Sisangvone, Kabupaten Xaysettha, di ibu kota Vientiane.

Berasal dari suku Loum, dia menempuh pendidikan sampai tingkat sekolah lanjutan dan kemudian meraih diploma di bidang ideologi politik.

Thongsing bergabung dalam gerakan revolusioner pada 18 Agustus 1959 sebelum menjadi anggota Partai Rakyat Revoluioner Laos pada 12 Juli 1967.

Dari 1952-1958 dia menjadi pelajar di Kabupaten Xamneua, Provinsi Huaphan. Dia kemudian menjadi mahasiswa kesehatan militer dan bertugas di medan perang di daerah perbatasan Laos-Vietnam dari 1959-1960.

Pada kurun 1960-1963 dia menempuh latihan kebudayaan sebelum menjadi Wakil Direktur Sekolah Menengah Xamneua. Kemudian menjadi direktur sekolah itu dan meningkat lagi sebagai direktur pada Departemen Pendidikan di Kabupaten Xiengkhor, Provinsi Huaphan.

Sepanjang tahun 1970-an Thongsing bergelut dengan dunia pendidikan, dan memasuki 1980-an dia menempuh pendidikan politik dan pemerintahan. Kemudian menjadi anggota Komite Pusat Partai di samping Ketua Komite Surat kabar dan Radio, serta Wakil Ketua Propaganda Partai dan Badan Latihan dari 1982-1983.

Kariernya menanjak pada 1983-1988 sebagai menteri kebudayaan. Dari 1989-1991 dia menjabat Sekretaris Partai dan Wakil Ketua Majelis Rakyat Agung dan dipromosikan sebagai Pejabat Ketua Majelis dari 1991-1992.

Pada Kongres partai kelima pada 1991, dia dipilih sebagai anggota Politbiro Partai dan Kepala Kantor Komite Pusat Partai.

Pada Kongres partai keenam dia dipilih sebagai anggota Politbiro Partai, Kepala Kantor Komite Pusat Partai dan Anggota Politbiro Partai.

Pada 2002, Thongsing memperlihatkan kecerahan kariernya dengan terpilih sebagai Anggota Politbiro Partai dan Wali Kota Vientiane, dan pada 2006 dia dipilih sebagai Ketua Majelis Nasional.

Bebas visa

Indonesia dan Laos membina hubungan diplomatik sejak 1957. Pada tahun 2007 kedua negara memperingati ulang tahun ke-50 hubungan diplomatik RI-Laos. Perayaan 50 tahun hubungan diplomatik RI-Laos tersebut antara lain dirayakan dengan menyelenggarakan Seminar 50 tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Laos pada 22-23 April 2007 di Bogor.

Selama 11 tahun terakhir, hubungan Indonesia-Laos ditandai dengan kunjungan timbal-balik para pejabat tinggi kedua negara.

Di pihak RI, tercatat kunjungan Presiden Soeharto pada Februari 1996, Presiden Abudrrahman Wahid (Februari 1999), Presiden Megawati Soekarnoputri (Agustus 2001), dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (ketika menghadiri KTT ASEAN ke-10, November 2004).

Di pihak Laos, tercatat kunjungan PM Bounhang Vorachit pada 25-27 April 2002, yang menghasilkan MOU Pembentukan Komisi Bersama RI-Laos..

Pada tahun 2005, PM Laos dua kali mengunjungi Indonesia, yaitu pada Januari untuk KTT Tsunami; dan pada April dalam rangka menghadiri KTT Asia Afrika serta peringatan 50 tahun KAA. Sementara itu, pada 26 Januari 2007, PM Laos Bouasone Bouphavanh melakukan kunjungan perkenalan ke Indonesia.

Hubungan di bidang perdagangan, investasi dan jasa, diakui sampai sekarang masih sulit dikembangkan, antara lain karena kendala alam (letak Laos sebagai negara terkunci daratan), sehingga menghadapi kesulitan transportasi menuju pelabuhan laut. Saat ini Laos menggunakan fasilitas pelabuhan di Thailand dan Vietnam.

Selain itu, kesulitan juga disebabkan banyaknya kesamaan barang produk Indonesia yang juga diproduksi oleh negara tetangga Laos, disamping kurang gigihnya pengusaha Indonesia menembus pasar Laos.

Kementerian luar negeri RI mencatat cukup banyak produk Indonesia yang masuk ke pasar Laos melalui negara ketiga, seperti peralatan olah raga, makanan olahan, tekstil dan pakaian jadi, dan obat-obatan.

Dalam Deklarasi Borobudur yang disepakati enam negara untuk memperkuat kerja sama dalam melestarikan warisan peradaban dan membangun koridor peradaban demi menjaga perdamaian dan persahabatan antar bangsa.

Terakhir, Indonesia dan Laos telah menyepakati kerja sama bebas visa bagi masyarakat kedua negara, pemegang paspor biasa. Perjanjian kedua negara ditandatangani oleh Menlu Marty Natalegawa, dan Menteri Luar Negeri Laos, Dr. Thongloun Sisoulith pada pertemuan ketiga Joint Commission for Bilateral Cooperation Indonesia-Laos di Yogyakarta, 17 Januari 2011.

Dengan kesepakatan itu masyarakat Indonesia dapat berkunjung ke Laos tanpa Visa, demikian pula sebaliknya.(*)
H-AK/A011

Oleh Askan Krisna
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011