Jakarta (ANTARA News) - Bangkok sebagai ibukota Thailand merupakan tempat bersejarah dalam penetapan Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang didirikan pada 1967.

Negeri yang terkenal akan keindahan kain sutranya ini memiliki luas area sebesar 513.254 kilometer persegi. Berdasarkan geografisnya, Thailand berbatasan dengan Laos di timur, Kamboja di timur laut, Myanmar di barat dan Malaysia di bagian selatan.

Pada 2011, tingkat pertumbuhan populasi di Thailand diestimasikan sebesar 0,566 persen. Penduduknya yang juga diperkirakan meningkat dari 64.763.000 jiwa menjadi 66.720.153 jiwa, di mana Bangkok tercatat sebagai kota di Thailand dengan populasi tertinggi.

Negeri yang berbentuk monarki konstitusional ini dipimpin oleh Raja Bhumibol Adulyadej selaku Kepala Negara, sedangkan Kasit Piromya yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri merupakan Kepala Pemerintahan di Negeri Gajah Putih itu.

Ditinjau dari segi ekonomi, Thailand memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam, di antaranya adalah timah, karet, gas alam, kayu, gypsum, lignite, ikan, fluorite, dan tanah yang subur.

Sama seperti dua negara mitranya yakni Indonesia dan Malaysia, Thailand juga merupakan pemasok karet terbesar di dunia. Bahkan, pada Februari 2011, harga kontrak karet tunai di Thailand sempat menempati harga tertinggi.

Mesra

Hubungan Republik Indonesia dan Thailand telah terjalin sejak zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dimana kedua negara telah meningkatkan hubungan melalui seni, budaya, agama, arsitektur dan karya sastra.

Kerja sama kedua negara semakin dimantapkan dengan peresmian hubungan diplomatik pada 7 Maret 1950.

Pada 28 Maret 2011, Kedutaan Besar RI di Bangkok menyelenggarakan resepsi diplomatik Indonesia-Thailand yang memperingati 60 tahun hubungan kedua negara di Kementerian Luar Negeri Thailand.

Menteri Luar Negeri Kasit Piromya dan Duta Besar RI untuk Thailand, Mohammad Hatta menjelaskan bahwa hubungan erat kedua negara telah terjalin sejak lama sehingga telah mengenal satu dengan lainnya.

Saat acara tersebut, Kasit yang pernah menjadi Duta Besar Thailand untuk Indonesia di Jakarta menyatakan kesan khususnya terhadap Indonesia.

Hatta juga memuji hubungan kedua negara yang terus berkembang pesat baik dalam kerangka bilateral maupun regional.

Ragam kerja sama kedua negara terlibat di bidang ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya dan upaya kemanusiaan.

Upaya saling kunjung pemimpin kedua negara juga menambah mesra hubungan tersebut.

Negeri Gajah Putih itu memiliki peran yang besar, karena letaknya dikelilingi oleh negara-negara ASEAN di daratan seperti Kamboja, Laos, Myanmar dan Malaysia yang juga merupakan jembatan ke Benua Asia.

Negara itu memiliki peran yang besar karena rencana konektivitas jalan R3A yang menghubungkan provinsi Chiang Rai di Thailand ke provinsi Nam Louang Tha di Laos hingga Kunming di China yang tentu saja akan memudahkan hubungan perdagangan serta kerja sama lainnya untuk dilakukan ke negara-negara lain di kawasan ASEAN wilayah daratan.

Baru-baru ini hHubungan Thailand dan Indonesia dipererat dengan penyelenggaraan amal donor darah oleh Konsulat Republik Indonesia yang bekerja sama dengan Kantor Gubernur Provinsi Songkhla serta Palang Merah Songkhla pada 30 April 2011 di Kantor Konsulat RI di Songkhla.

Amal yang bertema "Setetes Darahku Untuk Sesama" menjadi rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-66 sebagai kepeduliaan antarsesama.

Kepedulian tersebut mempererat hubungan antara Thailand dan Indonesia khususnya Thailand selatan, di mana pembangunan kawasan tersebut telah direncanakan oleh pemerintah Thailand.

Dengan 150 orang peserta acara tersebut dapat mengumpulkan 70 kantong darah, di mana sebelumnya hanya diharapkan dapat mengumpulkan 20 kantong darah yang memperlihatkan kepedulian antara sesama warga ASEAN memang terjalin.

Dengan Kamboja

Pembahasan persoalan antara Thailand-Kamboja akan menjadi salah satu agenda pembahasan dalam KTT ASEAN ke-18. Bahkan Presiden Badan Adhoc Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, Thun Saray, mengatakan saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (5/5), bahwa masyarakat sipil Thailand menginginkan keterlibatan Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam mengatasi masalah ini.

Dengan adanya momentum KTT ASEAN ke-18, masyarakat sipil Thailand mengajukan beberapa jalan keluar dimana usulan pertama berfokus kepada adanya perhatian lebih serta pemberian bantuan secepatnya bagi rakyat kedua negara yang terkena dampak langsung.

Rekomendasi kedua berkaitan dengan pemberlakuan genjata senjata dan kehadiran peninjau dari ASEAN di sepanjang perbatasan dan yang terakhir bahwa Asean diharapkan mendukung tindakan masyarakat setempat yang mengarah kepada perdamaian.

Indonesia sebagai Ketua perhimpunan regional ASEAN telah berupaya memfasilitasi kedua negara yang bersengketa untuk melakukan penyelesaian dengan jalan diplomasi melalui penyelenggaraan pertemuan Dewan Demarkasi Gabungan (JBC) di Bogor pada 8 April 2011 di Bogor.

Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan bahwa penyelesaian persengketaan antara Thailand-Kamboja pasti dapat diselesaikan dengan upaya damai dari kedua belah pihak, di mana kondisi terakhir kedua negara mengadakan gencatan senjata guna menghindari korban lebih banyak dan melanjutkan upaya perdamaian tanpa tindakan militer.

Saat kunjungannya ke Jakarta pada 28 April 2011, Menteri Luar Negeri Thailand, Kasit Piromya mengatakan bahwa Kerajaannya menyambut baik peran Indonesia sebagai Ketua ASEAN yang menjadi mediator antara Thailand dan Kamboja dalam persoalan pertikaian perbatasan.

Menurut Kasit, Thailand menyambut baik peran konstruktif Indonesia, di mana Thailand sebagai negara pendiri ASEAN ingin melihat peran keketuaan Indonesia dalam menyelesaikan persoalan tersebut. (*)

KR-BPY, T.KR-SAM./H-KWR

Pewarta: Bayu Prasetyo dan Siti Adwyah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011