Otoritas keamanan tidak mengambil langkah cepat dan efektif menghadapi para perusuh yang tak takut melakukan kejahatan di depan aparat"
Yangon (ANTARA News) - Presiden Myanmar Thein Sein bersumpah untuk bertinak keras terhadap apa yang disebutnya para ekstremis agama menyusul gelombang kekerasan warga Budha versus warga Muslim merebak di negeri itu.

Setidaknya 40 orang mati dan beberapa masjid terbakar di sejumlah kota di Myanmar tengah, sejak konflik sektarian meletus 20 Maret lalu dan mendorong pemerintah menerapkan hukum darurat di sejumlah wilayah.

"Saya peringatkan semua oportunis politik dan ekstremis agama yang mencoba mengeksploitas ajaran luhur kedua agama ini dan yang mencoba menanamkan kebencian di antara rakyat berbeda keyakinan demi kepentingan mereka sendiri.  Upaya mereka tak bisa ditoleransi," kata Thein Sein dalam satu pidato nasional seperti dikutip AFP.

"Pada dasarnya, saya tidak menganjurkan penggunaan kekuatan untuk menyelasaikan masalah. Namun saya tak akan ragu menggunakan kekuatan sebagai upaya terakhir melindungi kehidupan dan pelindungan kepentingan umum," sambung mantan jenderal itu.

"Semua pelaku kekerasan akan dihukum," katanya lagi.

Konflik sektarian yang belakangan merebak di Myanmar bermula dari cekcok di sebuah toko emas yang berlanjut menjadi kerusuhan sehingga sejumlah masjid dan rumah terbakar serta mayat bergelimpangan di jalan.

Namun banyak saksi mata menyebutkan kekerasan ini hasil kerja kelompok terorganisir.

Thein Sein sendiri mengambinghitamkan kelompok tak dikenal telah berupaya mengeksploitasi situasi dengan merekayasa kekerasan di sejumlah tempat di negeri itu.

Namun komisioner HAM PBB Tomas Ojea Quintana malah memperoleh laporan bahwa dalam kekerasan di Myanmar itu ada keterlibatan negara.

"Militer, polisi dan petugas penegak hukum sipil lainnya hanya berdiri mematung menyaksikan kekerasan itu berlaku di depan mata mereka, termasuk yang dilakukan gerombolan ultranasional Budhis," kata Quintana. 

Lembaga Kerukunan Agama Islam dan sejumlah kelompok muslim lainnya juga menyayangkan diamnya aparat keamanan dalam konflik sektarian ini. "Otoritas keamanan tidak mengambil langkah cepat dan efektif menghadapi para perusuh yang tak takut melakukan kejahatan di depan aparat," kata mereka.

Sementara itu di Yangon, digelar aksi damai yang digalang kaum muda di bawah judul "Doa untuk Myanmar".

Sekitar 100 orang berbeda keyakinan menghadiri pertemuan itu dengan mengenakan T-shirt dan stiker bertuliskan "Jangan ciptakan kerusuhan rasial dan agama."

"Kami sebelumnya tak pernah menghadapi masalah seperti ini dalam hidup kami. Ini sungguh membuat kami ak nyaman, tak aman dan ragu pergi kemana-mana," kata organisator aksi damai, Thet Swe Win. "Kita harus mematikan api ini sebelum merambat kemana-mana."

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013