Jakarta (ANTARA News) - Saat berbelanja online, konsumen hanya bisa melihat barang lewat layar komputer atau smartphone miliknya tanpa bisa menyentuh atau mencoba produk terlebih dahulu. Itulah yang menjadi salah satu hambatan berbelanja online menurut survei Google Indonesia. 

Country Head Google Indonesia Rudy Ramawy di Jakarta, Selasa (1/4), mengemukakan hasil survei mengenai perilaku belanja online di Indonesia dari 1300 responden yang terbagi menjadi orang yang pernah berbelanja dalam sebulan terakhir (recent), orang yang pernah berbelanja online setidaknya enam bulan terakhir (non recent), tidak pernah berbelanja online, dan pernah menjual online. 

Dari pembeli yang tidak pernah belanja online serta pembeli non recent, dua dari lima orang mengaku ingin menyentuh dan mencoba produk sebelum membeli.

Kekhawatiran atas kualitas produk dan keamanan data keuangan juga menjadi pertimbangan utama dalam belanja online.

Dua dari lima orang khawatir dengan data keuangan mereka bila belanja online, dan dua dari lima orang juga tidak yakin dengan kualitas produk yang akan diterima.

Selain itu, mereka lebih memilih belanja langsung di toko atau pasar karena sudah menjadi bagian dari keseharian juga kehidupan sosial.

Akses kartu kredit yang belum menjangkau semua lapisan masyarakat Indonesia juga menjadi hambatan belanja online. Satu dari tiga pembelanja non online serta satu dari tujuh pembelanja online non-recent mengaku tidak punya kartu kredit.

Rudy mengatakan, ini bisa menjadi kesempatan bagi pelaku bisnis untuk memberikan pengalaman belanja yang menarik sesuai keinginan konsumen.

"Pelaku bisnis dapat membuat inovasi yang menjadi faktor pembeda," ungkapnya.

Mengenai kekhawatiran soal cara pembayaran kartu kredit, dia mengatakan agar pelaku bisnis lebih gencar lagi berpromosi tentang pilihan cara pembayaran karena para pelaku belanja online sudah banyak menerapkan ragam cara, seperti transfer lewat ATM atau bayar di tempat (cash on delivery).

Google Indonesia menggelar survei perilaku belanja online dengan melibatkan 1300 responden yang memiliki akses internet. Responden berjenis kelamin pria dan wanita dalam rentang usia 18--50 tahun berasal dari 12 kota di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Bali, Medan, Padang, Manado, Makassar, Pontianak, dan Banjarmasin. 

Survei ini juga mengemukakan data bahwa kenyamanan masih menjadi alasan utama orang belanja online. "Menghemat waktu" disebut empat kali lebih sering daripada "harga" sebagai faktor penting berbelanja online. 

Selain itu, iklan online memberi dampak langsung pada konsumen. 79 persen melakukan tindakan langsung setelah melihat iklan online dan 85 persen menggunakan informasi dari iklan saat melakukan riset produk. 

Mereka biasanya melakukan riset lewat mesin pencari (41 persen) dan jejaring sosial (37 persen). Sisanya meliputi situs retailer atau toko (20 persen) lalu situs berita/majalah, blog/forum/message board, email/newsletter, serta situs perbandingan produk dengan persentase masing-masing 14 persen. 

Sementara itu, para penjual online disebut lebih tertarik untuk berdagang online karena potensi pembelanja online besar dibandingkan kesempatan menjual dengan harga tinggi. Empat dari lima penjual mengaku berdagang online karena ada banyak pembelanja online, hanya satu dari lima penjual yang memilih online untuk mendapat harga jual tertinggi.

Chief Executive Officer Blibli.com Kusumo Martanto menjelaskan laba akan lebih banyak diraih bila pembeli banyak meskipun harga yang ditetapkan bukan harga tertinggi.

Dia memberikan perumpamaan dengan berjualan cemilan murah di depan sekolah dasar yang ramai pembeli dibanding menjual makanan mahal di gang yang tidak ada orang berlalu lalang.

"Jualan akan lebih laku kalau pembeli banyak, lebih baik harganya kompetitif dan sesuai value barang," ujarnya.

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014