Kita tidak perlu dipusingkan kampanya hitam (kampanye negatif) Uni Eropa terhadap CPO Indonesia,"
Banjarmasin (ANTARA News) - Anggota komisi IV DPR-RI Habib Nabiel Fuad Almusawa berpendapat, untuk membalas "kampanye hitam" Eropa terhadap minyak mentah sawit atau Crude Palm Oil (CPO) Indonesia dengan merelokasi komoditas tersebut ke dalam negeri.

"Kita tidak perlu dipusingkan kampanya hitam (kampanye negatif) Uni Eropa terhadap CPO Indonesia. Karena kita juga butuh CPO untuk mengatasi defisit energi dalam negeri," ujarnya dalam keterangan pers kepada wartawan di Banjarmasin, Jumat.

"Diperkirakan tahun 2014 Indonesia butuh tambahan pasokan CPO 3,3 juta ton untuk produksi biofuel, Jadi relokasi saja 3,5 juta ton CPO yang selama ini kita ekspor ke Uni Eropa untuk keperluan dalam negari," lanjutnya.

Legislator asal daerah pemilihan Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut mengungkapkan, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan, kampanye hitam sawit Indonesia terus dilakukan oleh NGO Uni Eropa sejak tahun 1980 sampai saat ini.

"Isunya selalu berubah dan berkembang. Awalnya di tahun 1980 yang dikembangkan isu kesehatan, CPO Indonesia dituduh tidak sehat karena mengandung lemak jenuh," ungkapnya.

Kemudian di tahun 1990 sampai sekarang berubah menjadi isu lingkungan, seperti deforestasi dan merusak lingkungan hutan. Sekarang ini ada lagi isu merusak keanekaragaman hayati, berkontribusi pada pemanasan global sampai isu mendesak habitat orang utan.

Akibat masifnya kampanye tersebut, lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, Kedutaan Besar Indonesia untuk Belgia di Brussel melaporkan, saat ini Indonesia telah terkena dampaknya.

"Dari 734 kebijakan proteksionis yang dilakukan oleh mitra dagang Indonesia di dunia. Beberapa peraturan proteksionis terkait dengan produk CPO Indonesia antara lain hukuman tarif anti-dumping terhadap ekspor Biodiesel dan Fatty Alcohol dari Indonesia ke Eropa," ungkapnya.

Selain itu, kebijakan Biofuel serta Renewable Energy Directive UE yang menetapkan syarat diskriminatif terhadap sawit sebagai feedstock biodiesel. Ekspor produk turunan sawit Indonesia ke Eropa dikenai tarif Anti Dumping hingga sebesar 178,85 Euro per ton.

Terhadap berbagai tuduhan tersebut, menurut alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat itu, Indonesia tetap perlu membuktikan bahwa semua itu tidak benar.

"Kalaupun di beberapa spot ternyata mungkin tuduhan itu ada benarnya, maka kewajiban kita untuk membenahi. Sehingga seiring dengan berjalannya waktu, tuduhan yang semula benar berubah menjadi tidak benar karena berbagai pembenahan tersebut," sarannya.

Tapi kalau dari sisi CPO, lanjut wakil rakyat yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian tersebut, Indonesia saat ini juga sangat membutuhkan untuk mengurangi defisit energi.

"Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) bilang saat ini Indonesia mengalami defisit minyak bumi sebesar 608 ribu barrel per hari," ungkapnya.

Untuk mengatasi defisit tersebut, Pemerintah membuat kebijakan meningkatkan konsumsi biofuel dalam negeri. "Saat ini yang paling siap dijadikan bahan baku untuk biofuel adalah CPO dan saat ini kita butuh banyak pasokan CPO," ujarnya.

"Jadi kalau Eropa tetap tidak bersahabat dengan CPO kita, tidak perlulah kita memaksakan diri mengekspor ke sana. Kita pakai sendiri aja itu barang," demikian Habib Nabiel.
(KR-SHN/H005)

Pewarta: Syamsuddin Hasan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014