Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Boni Hargens menilai Pilpres 2014 (Prabowo dan Jokowi) merupakan pertarungan dua arus sejarah yaitu arus untuk kembali ke masa lalu dan arus untuk maju menuju masa depan.

"Prabowo mencerminkan arus masa lalu sedangkan Jokowi menggambarkan arus baru, semangat menuju masa depan yang baru, maka tidak berlebihan kalau kita menyebut pertarungan mereka sebagai pertarungan sejarah, masa lalu (Prabowo) melawan masa depan (Jokowi)," kata Boni, Selasa.

Ia menjelaskan kalau Prabowo menang, kita harus siap menghadapi kenyataan bahwa politik ini akan berkompromi dengan nilai masa lalu, akan berdamai dengan segala kegagalan Orde Baru yang terwakili dalam diri sebagian elite kita yang masih eksis.

Sedangkan, kalau Jokowi menang, kita harus siap melihat perubahan karakter politik dari sesuatu yang sakral menjadi sesuatu yang sederhana dan biasa. Desakralisasi kekuasaan akan terjadi di tangan Jokowi seperti halnya sudah dimulai oleh mendiang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Mengenai Prabowo Subianto, Boni berpendapat bahwa dia adalah jenderal Orde Baru dan bekas menantu Suharto. Ia anak kandung Orde Baru, perbedaan latar belakang dan asal-usul mereka dalam politik, mencerminkan dua arus sejarah yang berbeda pula.

Boni mengatakan hadirnya calon presiden Joko Widodo (Jokowi) mampu mengubah arus utama politik yang berwajah elitis dan penuh tipu muslihat menjadi sesuatu yang sederhana dan apa adanya.

"Masyarakat politik kita sudah jenuh dengan elitisme. Sekian lama mereka percaya, bahwa segelintir elite yang datang "dari atas" bisa membawa perubahan. Faktanya, elitisme tidak membawa perubahan. Mereka hidup tetap sengsara," kata Boni, Selasa.

Akibatnya lanjut Boni terjadi frustrasi kolektif di tengah masyarakat melihat realitas politik yang demikian. Hal itu tergambar dalam angka golput yang cukup serius sejak pemilu 2004. Di tengah situasi yang demikian, muncul orang desa yang tiba-tiba menjadi bintang dalam politik kita, yaitu Joko "Jokowi" Widodo.

"Jokowi datang dari bawah. Sikap dan tindakan politiknya memperlihatkan ketulusan, kesederhanaan, dan komitmen untuk melayani rakyat," katanya.

Jokowi menjadi antitesis dari wajah politik yang dominan. Dalam waktu singkat, ia menjadi bintang baru dalam politik. Inilah simbol dari kebangkitan populisme.

Dikatakannya Majalah Time Amerika menyebutnya "produk reformasi". Karena memang ia lahir dan besar dalam politik persis sesudah 1998. Ia tidak mempunyai beban masa lalu dengan segala dosa Orde Baru.

(F006/A029)

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014