Kathmandu (ANTARA News) - Perdana Menteri Nepal Sushil Koirala mengatakan korban jiwa akibat gempa bisa bertambah menjadi 10.000 orang sementara warga yang kecewa dengan respons lambat pemerintah berusaha menggali dengan tangan telanjang untuk mencari orang-orang yang mereka cintai.

"Korban tewas bisa naik sampai 10.000 karena informasi dari desa-desa terpencil yang terdampak gempa belum masuk," kata Koirala kepada kantor berita Reuters.

"Pemerintah telah melakukan semua yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan dan membantu," katanya. 

"Ini adalah tantangan dan masa-masa sulit bagi Nepal," katanya.

Bantuan internasional mulai berdatangan ke negara berpenduduk 28 juta itu tiga hari setelah gempa berkekuatan 7,9 Skala Richter pada Sabtu (25/4). Namun distribusi bantuan masih lambat.

Menurut perhitungan Kementerian Dalam Negeri, jumlah korban tewas tercatat 4.349 orang sementara korban luka lebih dari 7.000.

Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan sekitar delapan juta orang terdampak gempa itu dan 1,4 juta warga setempat kini membutuhkan makanan.

Gempa terbesar yang terjadi Nepal dalam 81 tahun itu juga menyebabkan longsoran salju besar dari Gunung Everest, yang menewaskan 17 pendaki dan pemandu, termasuk empat warga asing.

Semua pendaki yang terdampar di tenda-tenda di ketinggian Everest telah dievakuasi menggunakan helikopter pada Selasa.


Upaya Penyelamatan

Serangkaian gempa susulan, kerusakan parah akibat gempa, keriut infrastruktur dan kurangnya pendanaan memperlambat upaya penyelamatan di negara pegunungan di antara India dan Tiongkok itu.

Di ibu kota Kathmandu, anak-anak muda dan keluarga korban menggali di antara reruntuhan bangunan.

"Menunggu bantuan lebih menyiksa daripada melakukannya sendiri," kata Pradib Subba (27), yang mencari mayat dua saudaranya di reruntuhan Dharahara, menara abad ke-19 yang runtuh akibat gempa.

"Tangan kami satu-satunya mesin yang kami miliki sekarang," kata Subba, yang menjadi bagian dari warga yang mengambil bata dan potongan beton dengan wajah tertutup pakaian untuk melawan bau jenazah yang membusuk.

"Tidak ada orang pemerintah ataupun militer yang membantu kami," katanya.

Puluhan orang tewas akibat runtuhnya menara itu.

Di tempat lain di lapangan kuno Durnar, kelompok anak muda bersama-sama membersihkan puing-puing kuil tua menggunakan kampak, sekop, dan tangan kosong. Beberapa polisi berdiri, mengawasi.

Hujan lebat menghambat upaya penyelamatan pada Selasa.

National Disaster Response Force (NDRF) dari India, salah satu organisasi asing pertama yang tiba di Nepal untuk membantu pencarian dan penyelamatan, menyatakan penemuan penyintas dan jenazah korban akan membutuhkan waktu.

Direktur Jenderal NDRF O.P. Singh mengatakan peralatan berat tidak dapat digunakan di gang-gang sempit kota Kathmandu.

"Kau harus memindahkan semua puing-puing ini, jadi itu akan membutuhkan banyak waktu... Saya kira ini akan membutuhkan berminggu-minggu," katanya kepada saluran televisi India, NDTV, Senin malam.

Selain India, Tiongkok adalah salah satu negara pertama yang mengirim bantuan ke Nepal.

Sementara pada Senin, Amerika Serikat menyatakan akan menambah bantuan ke Nepal sebesar sembilan juta dolar AS sehingga total bantuan Washington menjadi 10 juta dolar AS.

Saat ini, sejumlah pesawat pengangkut milik militer Amerika Serikat dan Australia tengah disiapkan terbang menuju Nepal untuk menjalankan misi pencarian dan penyelamatan. (Uu.G005)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015