Washington (ANTARA News) - Pelambatan ekonomi Tiongkok memiliki dampak yang lebih luas terhadap ekonomi global dari yang diperkirakan, terutama pada pasar negara-negara yang ekonominya sedang tumbuh menurut Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).

Dalam laporan untuk pertemuan para kepala keuangan Kelompok 20 (G20) pekan ini di Ankara, Turki, IMF mengatakan gejolak di Tiongkok dan faktor-faktor lain seperti pembalikan arus modal meningkatkan risiko terhadap pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia.

IMF memperingatkan bahwa negara-negara maju dan berkembang perlu terus mendorong permintaan dengan reformasi dan investasi untuk memastikan bahwa turbulensi di pasar dan masalah Tiongkok tidak memperlemah kegiatan ekonomi di seluruh dunia.

"Transisi Tiongkok ke pertumbuhan yang lebih rendah, sementara secara luas sejalan dengan perkiraan, tampaknya memiliki dampak lintas batas lebih besar dari yang dibayangkan sebelumnya, tercermin dalam melemahnya harga komoditas dan harga saham," kata IMF.

Terutama, menurut lembaga itu, "risiko penurunan jangka pendek untuk negara-negara berkembang telah meningkat" dari kejatuhan terkait Tiongkok, harga komoditas yang merosot, dolar AS yang kuat, dan pembalikan tajam di pasar keuangan."

Laporan yang akan digunakan untuk diskusi pada pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari ekonomi terkemuka G20 pada Jumat dan Sabtu, tidak merevisi perkiraan IMF sebelumnya untuk pertumbuhan global tahun ini di 3,3 persen.

Tetapi awal pekan ini Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengatakan di Jakarta, bahwa pertumbuhan global akan "kemungkin lebih lemah" dari perkiraan.

"Sekarang situasi berubah lagi, dan kita semua merasakan dampak dari penyeimbangan kembali Tiongkok dan perpindahannya ke model bisnis yang direvisi," katanya.

Laporan itu mengungkapkan berlanjutnya keyakinan bahwa pertumbuhan sedang "rendah" di negara-negara maju pada paruh kedua 2015 dan 2016, dibantu dampak harga minyak yang lebih murah.

Tetapi penurunan tajam harga minyak, bersama dengan komoditas lainnya, merugikan pasar negara-negara yang ekonominya sedang tumbuh, dan mereka sedang diterpa dampak devaluasi mata uang renminbi Tiongkok dan dolar yang kuat.

Penguatan dolar AS, IMF memperingatkan, bisa mengambil korban pada perusahaan-perusaaan dengan tanggungan dolar AS.

IMF menyoroti peningkatan risiko pertumbuhan global secara keseluruhan: bahwa Tiongkok tidak akan menghadapi pelambatannya dengan kebijakan pendukung pertumbuhan; bahwa harga komoditas akan meluncur lebih jauh; bahwa dolar AS akan terus meningkat; dan bahwa perusahaan akan menderita karena utang yang lebih tinggi.

"Materialisasi simultan dari beberapa risiko ini akan menyiratkan banyak prospek lebih lemah," kata Dana.

IMF merekomendasikan negara-negara maju menerapkan kebijakan-kebijakan moneter sangat longgar dan mempertahankan "pertumbuhan yang ramah" kebijakan fiskal.

Lembaga itu juga menekankan reformasi struktural yang akan membebaskan berbagai pasar dan mendorong investasi serta konsumsi.

Di negara-negara yang ekonominya sedang tumbuh, pilihannya lebih keras, dan para pemimpin "harus menerapkan sebuah keseimbangan yang tepat antara mendorong pertumbuhan dan mengelola kerentanan", demikian seperti dilansir kantor berita AFP. (Uu.A026)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015