Kami menerapkan `zero burning policy` membuka lahan tanpa dengan membakar. Prinsip sustainability (berkelanjutan) telah dijalankan perusahaan perkebunan (anggota Gapki)."
Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menegaskan perusahaan perkebunan sawit pada saat membuka lahan tidak lagi melakukan dengan cara pembakaran.

Ketua Umum Gapki Joko Supriyono di Jakarta, Selasa menyatakan, pasar global menuntut produk sawit yang ramah lingkungan dan dapat ditelusuri asal usulnya.

"Kami menerapkan zero burning policy membuka lahan tanpa dengan membakar. Prinsip sustainability (berkelanjutan) telah dijalankan perusahaan perkebunan (anggota Gapki)," ucapnya, menanggapi keterlibatan perusahaan perkebunan dalam kebakaran hutan dan lahan.

Menurut dia, hukum di Indonesia mengenai pengelolaan perkebunan juga mengenakan sanksi yang berat untuk pembukaan lahan dengan cara membakar, yaitu pencabutan izin usaha.

"Tidak mungkin bagi perusahaan yang telah menanamkan investasi triliunan rupiah untuk mengambil risiko izin usahanya dicabut hanya karena ingin menghemat biaya pembukaan lahan," ujarnya.

Joko menyayangkan selama ini perkebunan kelapa sawit dituding sebagai pelaku utama kebakaran lahan dengan dalih untuk menghemat biaya pembukaan lahan karena cara membakar adalah cara paling murah.

Dia mengungkapkan, data Global Forest Watch menunjukkan selama Januari-September 2015 kebakaran di konsesi perusahaan kelapa sawit sebesar 16 persen, sedangkan dari areal kosong atau tidak dibebani izin mencapai 65 persen.

Lahan perkebunan bagi petani maupun pelaku usaha perkebunan, lanjutnya, merupakan aset, jika terbakar maka petani maupun pelaku usaha menderita kerugian besar.

Sebelumnya di tempat terpisah, Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bambang Hendroyono menyatakan, Kementerian LHK telah membekukan izin operasi tiga perusahaan perkebunan yang telah terbukti melakukan pembakaran lahan dan hutan.

Ketiga perusahaan perkebunan tersebut yakni PT Tempirai Palm Resources dan PT Waringin Agro Jaya di Sumatera Selatan serta PT Langgam Inti Hibrindo di Riau.

Selain itu, lanjutnya, satu perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang beroperasi di Riau yakni PT Hutani Sola Lestari juga dibekukan izin operasinya.

"(Keputusan) Pembekuan izin operasi ini merupakan hasil rapat pemberian sanksi, tadi malam (Senin) yang dipimpin langsung oleh Menteri LHK," ungkapnya.

Menurut Bambang, setelah dibekukan izinnya maka sejak hari ini perusahaan tersebut tidak boleh beroperasi lagi hingga proses pemidanaan oleh Kepolisian selesai.

Sementara itu menanggapi keputusan pemerintah tersebut, Ketua Umum Gapki menyatakan, pihaknya mendukung upaya pemerintah memberikan sanksi tegas bagi perusahaan perkebunan yang benar-benar terbukti melakukan pembakaran lahan dan hutan.

"Namun demikian, penegakan hukum harus sama terhadap semua pihak, karena kebakaran tidak hanya terjadi di area konsesi perusahaan atau masyarakat," imbuhnya.

Joko mempertanyakan, kebakaran yang terjadi di areal konservasi seperti taman-taman nasional jika dilakukan penegakan hukum maka siapa yang harus bertanggung jawab.


Revisi Undang-Undang

Pada kesempatan itu Gapki mengusulkan kepada pemerintah dan DPR untuk melakukan revisi UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, guna mencegah terjadinya kebakaran di masa mendatang.

Joko menyatakan, pada pasal 69 ayat 2 UU itu disebutkan pembakaran lahan diperbolehkan dengan luasan maksimal 2 hektare.

Selain itu, ada Peraturan Pemerintah dan Peraturan Gubernur yang juga membuka kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pembukaan lahan dengan pembakaran cukup dengan izin kepala desa jika luasannya 1-5 hektare atau camat jika luasan di atas 5 hektare.

Pewarta: Subagyo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015