Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy mengatakan Komisi II akan segera merevisi Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada, pasca putusan Mahkamah Konstitusi terkait calon tunggal dan calon independen dalam Pilkada serentak.

"Komisi II DPR RI akan segera melakukan revisi terhadap UU Pilkada tahun ini juga, terutama untuk mensikapi keputusan MK soal calon tunggal dan calon independen," katanya di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan, terkait calon independen harus segera dilakukan perubahan untuk persiapan tahapan pilkada tahun 2017 yang akan dimulai Februari tahun 2016.

Sementara itu menurut dia, calon tunggal disamping juga harus ada penyesuaian dengan keputusan MK tersebut.

"Secara teknis terlebih dahulu bisa dipayungi dengan Peraturan KPU, sebelum revisi dilaksanakan oleh Komisi II," ujarnya.

Sementara itu anggota Komisi II DPR, Arwani Thomafi mengatakan pasca putusan MK itu, tahapan Pilkada di daerah yang hanya ada satu calon tunggal maka bisa dimulai.

Namun dia menilai solusi untuk calon tunggal itu memiliki plus dan minus, misalnya dari sisi minus, terjadinya kemunduran dalam demokratisasi Pilkada. Tidak ada lagi kontestasi calon.

"Plusnya, tahapan dapat diselesaikan secepatnya, masyarakat juga segera mendapat pemimpin yg definitif," katanya.

Politikus PPP itu menjelaskan pasca putusan MK itu diprediksi pada Pilkada serentak 2017, semakin banyak pihak berusaha untuk mengkondisikan agar hanya terjadi calon tunggal saja, salah satunya dengan modal kekuatan logistik yang besar.

Karena itu dia memprediksi, Pilkada serentak 2017 calon tunggal akan semakin bertambah.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi soal calon tunggal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

MK memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak periode pertama pada Desember 2015.

Mahkamah menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (29/9).

Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menilai undang-undang mengamanatkan pilkada sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis.

Karena itu, pemilihan kepala daerah harus menjamin terwujudnya kekuasan tertinggi di tangan rakyat.

Selain itu, MK menimbang perumusan norma UU Nomor 8 tahun 2015, yang mengharuskan adanya lebih dari satu pasangan calon tidak memberikan solusi, yang menyebabkan kekosongan hukum.

Hal itu menurut MK dapat berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya pilkada sehingga syarat mengenai jumlah pasangan calon berpotensi mengancam kedaulatan dan hak rakyat untuk memilih.

"Menimbang hak untuk dipilh dan memilih tidak boleh tersandera aturan paling sedkit dua paslon (pasangan calon). Pemilihan harus tetap dilaksanakan meski hanya ada satu paslon," ujar hakim MK Suhartoyo.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015